“Pencemaran Udara dalam Perspektif HAM (Hak Asasi Manusia) di Wilayah Sumatera Selatan”




“Pencemaran Udara dalam Perspektif HAM
(Hak Asasi Manusia) di Wilayah Sumatera Selatan”


ABSTRAK
Warga negara merupakan salah satu unsur pokok suatu negara, status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negara. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya, sebaliknya negara juga memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Hak dan kewajiban tersebut terdapat didalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 serta pengaturannya terdapat didalam Undang-Undang
Sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak misalnya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan pendidikan dan hak-hak lainnya, maka pemerintah wajib untuk memenuhi hak tersebut  dengan tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ihwal yang berhubunggan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin, dan gender yang, hal inilah yang dinamakan asas diskriminatif. [1]
Apabila terdapat bencana alam yang diperbuat oleh manusia, maka untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia pemerintah harus menegakkan hukum dengan tegas agar dapat membuat para pelaku tidak mengulangi perbuatannya. Seperti yang terdapat didalam teori absolut yang menyatakan bahwa “tujuan pemidanaan adalah untuk membalas yang melakukan kejahatan”. Artinya, setiap kejahatan yang mengakibatkan korban harus dijatuhkan sanksi pidana kepada pelaku.





BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya suatu norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau sikap tindak dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum di Indonesia, memang telah menjadi persoalan yang hingga saat ini mungkin masih menimbulkan tanda tanya bagi seluruh masyarakat di Indonesia \. Bukan tanpa alasan, namun karena secara nyataya telah banyak kasus-kasus hukum yang terlewatkan dan gagal ditangani oleh aparat penegak hukum.
Pengakuan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, sepertinya hanya omong kosong belaka. Karena masih banyak kasus yang tidak membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum, seperti yang termasuk didalam Pasal 1 butir ke-3 Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia. Banyak sekali para pelaku  tindak pidana, yang didalam kenyatannya mereka bersalah, tetapi didalam penegakan hukumnya mereka mendapatkan keringanan hukuman yang tidak pantas untuk mereka menerimanya.
Para pelanggar norma seperti tidak jera untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan masyarakat. Hal ini sangat jelas terlihat, misalkan pada kasus kebakaran lahan yang terjadi di negara Indonesia, seperti Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Kebakaran lahan ini dari tahun ke tahun terus berulang, hingga banyak menimbulkan kerugian. Diantaranya dibidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan terutama di bidang Lingkungan. Jika dicermati dari penegakan hukumnya, aparatur negara tidak menegakkan hukum yang dapat menimbulkan efek jera, para pelaku ini seperti tidak pernah takut untuk melakukan kesalahan yang terus berulang. Mereka tidak memikirkan dampak-dampak yang terjadi dari perbuatan yang mereka lakukan.
Hak warga negara untuk medapatkan lingkungan yang baik dan sehat, sebagaimana telah diamanatkan didalam pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, sepertinya hanya rangkaian kata saja. Karena pada kenyataannya, setiap orang yang berada di provinsi sumatera selatan terutama di Kota palembang, Kabupaten Ogan Komering, Kota Banyuasin dan kota atau kabupaten lainnya tidak bisa menghirup udara bersih. Jangankan di luar rumah atau di tempat-tempat tertentu seperti taman, didalam rumah sendiri pun tidak bisa mendapatkan udara yang segar. Setiap pagi hari terkadang disekitar rumah maupun didalam rumah asap menggupal menjadi satu. Apakah hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat di provinsi Sumatera Selatan terutama di Kota Palembang dapat mendapatkan haknya untuk lingkungan yang baik dan sehat? Tentu jawabannya tidak. Pentingnya peran aparatur negara dalam hal menindak para pelaku yang menyebabkan tercemarnya udara yang menjadi “kabut asap” ini, agar kasus kebakaran hutan seperti ini tidak terjadi kembali di tahun yang akan datang.
Seperti yang terdapat didalam pasal 5 ayat (1) UUPLH yang berbunyi: “setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”[2] Didalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang didalam pasal 9 ayat (3) menegaskan “setiap orang berhak atas lingkungan yang baik dan sehat.”[3] Hal ini juga dipertegas didalam pasal 28 H butir ke  (1) Undang-Undang Dasar Negara kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.
Disamping hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, warga negara Indonesia juga berkewajiban menjaga kelestarian lingkungan serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan pengrusakkan lingkungan hidup.[4] Hal ini seperti yang terkandung didalam pasal 6 ayat (1) UUPLH “setiap orang berkewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan pengrusakkan lingkungan hidup.”[5] Dengan demikian, sebagai warga negara Indonesia wajib untuk melaksanakan kewajibannya seperti yang terkandung didalam pasal 6 ayat (1) tersebut. Bukan mengabaikan pasal tersebut. Karena para pelaku yang membuat kebakaran hutan telah melanggar kewajiban sebagai warga negara Indonesia, maka dari itu kabut asap pekat yang menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan dikategorikan darurat karena sudah mengganggu masyarakat. Dimana masyarakat itu bukan hanya terdiri dari orang dewasa saja, melainkan anak-anak dan bayi juga terkena dampaknya.
Kabut asap ini juga tidak hanya menyebar di sebagian wilayah Indonesia saja, melainkan sudah menyebar ke negara tetangga seperti Thailand, Singapura dan Malaysia. Meskipun demikian, walaupun negara Indonesia sudah mendapatkan kecaman yang dimuat melalui bangkok Post Thailand, The Star Malaysia, dan The Straits Time Singapura tetapi, Indonesia mengabaikannya dan menggertak negara tetangga. Seperti yang dikatakan oleh menteri kehutanan dan lingkungan hidup kepada media Antara, bahwa mereka telah mengklaim pihaknya telah berupaya keras untuk menghentikan kebakaran hutan. Tetapi hal ini, tidak terbukti secara nyata bahwa kerja keras yang dilakukan membuahkan hasil yang memuaskan. Karena semakin hari semakin pekat pula kabut asapnya di Kalimantan, Riau, dan terutama di Sumatera Selatan yang menyelimuti sebesar 80 persen wilayah Sumatera Selatan.[6]
Hal ini sungguh sangat tragis, ketika kabut asap yang menyelimuti 80 persen wilayah Sumatera Selatan dikategorikan darurat. Padahal permasalahan ini adalah suatu permasalahan yang setiap tahun terjadi dengan penanggulangan bencana yang minim serta kurangnya pengawasan dari pemerintah itu sendiri. Seharusnya  negara Indonesia terutama, Pemerintah daerah Sumatera Selatan sudah mengerti pemecahan masalah yang kompleks ini. Di situasi negara Indonesia yang sedang mengalami keterpurukan rupiah, setiap tahunnya wilayah darurat asap menghabiskan triliunan rupiah untuk penanggulangan bencana kebakaran hutan ini. Dengan penanggulangan bencana yang sama dan tidak berefek positive.
Memang benar dikatakan bahwa Hukum adalah petugas, yang artinya hukum itu ada apabila ada petugas yang mengawasinya. Disini terlihat sekali lemahnya penegakan hukum atas kasus kebakaran lahan yang melanggar hak warga negara atas lingkungan yang baik dan sehat.

1.2.RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rumusan masalahnya adalah:
1.      Bagaimanakah urgensi kebakaran hutan dari perspektif hak asasi manusia?
2.      Bagaimanakah upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum?

1.3.URGENSI TERHADAP PEMBAHASAN TEMA
Negara Indonesia yang genap berumur 70 tahun ini sudah mengalami perpindahan rezim kekuasaan yang silih berganti bersamaan dengan sistem politiknya. Mulai dari nasionalis, sosialis, komunis, diktator otoriter yang diselimuti demokrasi semu oleh presiden Soeharto, dan  yang sedang berlaku sekarang adalah sistem demokrasi. Ide demokrasi yang muncul ini sebenarnya sangat sederhana, yaitu untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia. Di Indonesia sendiri sistem demokrasi sudah berjalan belasan tahun sudah, tetapi masih dalam masa transisi. Dalam artian bahwa, demokrasi secara politik sudah terlaksana cukup baik, namun masih terdapat demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial yang masih berjalan ditempat. Demokrasi saat ini sebenarnya masih belum pada tingkat menghormati hak asasi manusia sebagai warga negara Indonesia, padahal didalam konstitusi Indonesia sudah jelas tercantum hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan salah satunya adalah lingkungan yang baik dan sehat. Namun, hingga saat ini negara Indonesia masih belum mampu menjamin hak warga negara ini, hal ini sudah jelas menyalahi konstitusi. Fakta ini menunjukkan bahwa demokrasi negara Indonesiabelum berjalan sempurna, karena sejatinya negara demokrasi adalah negara yang menjunjung tinggi hak-hak warga negaranya. Oleh karena itu, urgensi terhadap pembahasan tema “Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia”, melahirkan   judul paper, yaitu “Pencemaran Udara dalam Perspektif HAM (Hak Asasi Manusia) di Wilayah Sumatera Selatan”.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  KEBAKARAN HUTAN DI WILAYAH SUMATERA SELATAN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Hutan di Indonesia merupakan sebuah fenomena menakjubkan. Hutan adalah karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia yang telah menempatkan negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pemilik hutan tropika terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire. Suatu hal yang patut disyukuri dan suatu kebanggaan sebagai warga negara Indonesia, mengingat hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di negara Indonesia, serta memberikan jasa-jasa lingkungan untuk menopang kehidupan di muka bumi. Tetapi di lain pihak, hutan yang seharusnya diurus dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mengejutkan  bagi dunia Internasional, hal ini menambah satu lagi prestasi Indonesia yang membuat hati miris, karen negara Indonesia masuk dalam daftar rekor dunia guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2 per hari atau dalam satu jam luas hutan Indonesia yang hancur setara dengan 300 lapangan sepakbola. Selain itu, sebuah prestasi Internasional tercatat kembali bagi bangsa Indonesia karena hutan yang dimiliki. Kebakaran hutan di Indonesia telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang termasuk dalam deretan negara penyumbang emisi CO2 terbesar di dunia.[7]
Sungguh disayangkan atas prestasi yang mengecewakan untuk negara Indonesia. Kebakaran hutan itu sendiri sepertinya menjadi agenda tahunan negara Indonesia terutama di wilayah Sumatera Selatan, meskipun triliyunan rupiah telah dihabiskan untuk menanggulangi kebakaran hutan ini baik melalui proyek dalam negeri maupun luar negeri. Seperti mendatangkan pesawat ataupun helicopter dari dalam ataupun luar negeri. Dengan kapasitas muatan air berton-ton untuk memadamkan kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Sumatera Selatan. Tetapi, membuahkan hasil yang kurang memuaskan bagi warga negara Indonesia, khususnya Sumatera Selatan. Karena warga Sumatera Selatan masih tetap merasakan nikmatnya asap ketika di pagi hari, siang hari, maupun dimalam hari. Hal ini sepertinya tidak sama dengan apa yang termuat didalam konstitusi negara Kemerdekaan Republik Indonesia. Terdapat banyak sekali kerugian yang disebabkan oleh  pelanggaran hak asasi manusia yang terdapat didalam Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik ini, selain disektor lingkungan, terdapat juga kerugian di bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

2.1.1.      KERUGIAN DI BIDANG LINGKUNGAN
Berdasarkan perspektif Hak Asasi Manusia sebagai warga negara yang tercantum didalam pasal 28 H butir ke (1) Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia yang mengatakan bahwa :
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta  berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.[8]
Tetapi, hal ini tidak dijunjung tinggi oleh para pembakar hutan yang juga merupakan warga negara Indonesia, yang seharusnya memiliki kewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan pengrusakkan lingkungan hidup, seperti yang tercantum didalam pasal 6 ayat (1) UUPLH. Pelaku ini hanya memikirkan untung yang didapat saja tanpa memikirkan akibat negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan yang baik dan sehat di wilayah Sumatera Selatan. Yang mengakibatkan udara di wilayah Sumatera Selatan menjadi berbahaya bagi manusia, seperti yang telah termuat pada litbang “Kompas”/BEY yang menjelaskan bahwa kualitas udara di wilayah yang terpapar kabut asap sangat buruk. Indeks pencemaran di udara mencapai 500 dan termasuk kategori berbahaya bagi manusia. Artinya, setiap warga di wilayah Sumatera Selatan sebanyak 80 persen sudah terselimuti oleh kabut asap yang pekat. Dan hampir setiap hari kabut asap mencemari udara di wilayah Sumatera Selatan.

2.1.2.      KERUGIAN DI BIDANG EKONOMI
Selain menimbulkan kerugian di bidang lingkungan, ternyata asap juga berdampak pada sektor perekonomian. Hal ini dikarenakan kabut asap yang menyelimuti wilayah Sumatera Selatan membuat berkurangnya kunjungan wisatawan domestik yang tentunya menambah devisa negara Indonesia dan juga mengganggu aktivitas bisnis. Seperti ditutupnya  bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Jika dilihat dari perspektif hak asasi manusia didalam pasal 28 D butir ke (2) Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa :
“setiap orang berhak untuk mencari kerja serta mendapat imbalan dan perlakuan[9]
Dalam pasal ini kita dapat mengetahui bahwa akibat dari kebakaran hutan yang menimbulkan asap yang pekat di daerah Sumatera Selatan yaitu terdapatnya perlakuan yang tidak adil dan layak dalam hubungan kerja. Artinya disini, jika bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang ditutup, maka hubungan kerja yang terjalin dengan bandara tersebut mengalami kerugian juga. Tentunya hal ini melanggar hak asasi manusia yang ada didalam konstitusi negara Kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain ditutupnya bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, kabut asap ini juga merugikan para tukang ojek. Hal ini dikarenakan, para pelanggan ojek di wilayah Sumatera Selatan, lebih memilih untuk tidak menggunakan motor tetapi lebih memilih menggunakan mobil pribadi atau busway atau angkutan kota (angkot). Yang artinya hal ini juga membuat lalu lintas khususnya di Kota Palembang  menjadi macet, karena jarak pandang hanya beberapa meter saja ketika di pagi hari. Sungguh tragis sekali dampak-dampak yang ditimbulkan oleh tangan-tangan jahil yang merugikan warga Sumatera Selatan.

2.1.3.      KERUGIAN DI BIDANG KESEHATAN
Kesehatan adalah mahkota yang tidak terlihat, dan tidak ada seorang pun yang melihatnya, kecuali mereka yangg sakit. Artinya kesehatan adalah harta yang tidak ternilai harganya. Kesehatan juga adalah nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, karena apabila kita mengalami sakit, maka kita tidak bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan kita. Karena jika kita sakit, kita memerlukan istirahat yang cukup. Hal ini juga yang merugikan kita, karena kabut asap yang menyelimuti 80 persen wilayah Sumatera Selatan  membuat warganya mengalami beberapa penyakit, seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan). Banyak sekali warga masyarakat yang berobat ke dokter, dan dokter menyatakan seseorang terkena ISPA. Hal ini siapa yang bertanggung jawab? Tentunya tidak ada yang bertanggung jawab terhadap apa yang telah membuat seseorang terserang ISPA. Tidak sedikit warga masyarakat wilayah Sumatera Selatan yang terserang ISPA, karena bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak kecil dan bayi ikut mengalami ISPA. Hal ini dikarenakan kabut asap di wilayah Sumatera-Selatan sudah terkategori darurat dan berbahaya bagi manusia.
Kewajiban Pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia memiliki landasan yuridis internasional dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban pemerintah ini juga ditegaskan dalam Pasal 8 UU HAM. Dibidang kesehatan, Pasal 7 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
.
2.1.4.      KERUGIAN DI BIDANG PENDIDIKAN
Pendidikan adalah hal yang diutamakan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Indonesia mewajibkan wajib belajar 9 tahun bagi rakyat Indonesia. Tetapi, akibat kebakaran hutan ini sektor pendidikan mengalami kerugian, hal ini terlihat ketika Dinas Pendidikan Pemerintah dan Kota Palembang menghentikan kegiatan belajar mengajar selama beberapa hari. Dimulai dari TK/PAUD/PLAYGROUP, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA diliburkan karena pekatnya kabut asap yang ada di wilayah kota Palembang. Selain itu, selama beberapa hari sekolah-sekolah yang ada di kota Palembang diharuskan untuk masuk ke kelas pada pukul 08.00 WIB karena ketika pagi hari suasana sekolah masih berkabut asap dan mengganggu kegiatan belajar mengajar. Kondisi seperti ini membuat sekolah-sekolah yang ada di kota Palembang menjadi tidak efektif. Padahal berdasarkan teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh ahli bernama Von Glaserssfeld dan Vico bahwa yang menjadi dasar siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri.[10] Artinya, jika siswa tidak aktif maka siswa tidak bisa memperoleh pengetahuan. Aktif disini dimaksudkan bahwa siswa itu aktif didalam proses pembelajaran. Tetapi, apabila sekolah tidak efektif, karena sering diliburkan atau terganggunya aktivitas belajar mengajar, maka siswa tidak bisa menjadi seseorang yang dapat menemukan pengetahuan- pengetahuannya.
Pendidikan merupakan hak konstitusional, yang dijamin implementasinya secara nasional berdasarkan konstitusi. Di Indonesia hak ini diakui dan dijamin di dalam Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia. Tanggung jawab negara di dalam pendidikan dituangkan di dalam pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia, dan sasaran pendidikan secara konkret adalah “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” sebagaimana yang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia. Sesungguhnya jauh sebelum dibentuknya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Para pendiri negara Indonesia telah menyadari bahwa pendidikan merupakan akses kepada kehidupan bangsa yang cerdas dan bermartabat, oleh karena itu hak atas pendidikan dijamin di dalam konstitusi Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sebagaimana yang tertuang di dalam pasal:
a)     Pasal 28 C UUD 1945
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

b)     Pasal 28 E ayat (1)
“Setiap orang bebas… memilih pendidikan…”

c)      Pasal 31 ayat (1)
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.

d)     Pasal 31 ayat (2)
“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

e)     Pasal 31 ayat (3)
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

f)       Pasal 31 ayat (4)
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

g)     Pasal 31 ayat (5)
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Didalam Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia artinya memberikan jaminan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negaraIndonesia untuk mendapatkan pendidikan. Tetapi, sekali lagi ditekankan bahwa akibat ulah tangan yang jahil ini kegiatan di bidang pendidikan untuk mencerdaskan warga negara menjadi terganggu.
Setelah melihat beberapa kerugian-kerugian yang membuat warga negara Indonesia khususnya masyarakat Sumatera Selatan, maka sudah sepantasnya para pelaku tindak pidana yang membakar hutan dihukum. Karena hal ini erdasarkan teori absolut bahwa “tujuan pemidanaan adalah untuk membalas yang melakukan kejahatan”. Artinya, setiap kejahatan yang mengakibatkan korban harus dijatuhkan sanksi pidana kepada pelaku. Selain untuk melakukan pembalasan  dengan memberikan sanksi yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana, pemerintah juga bisa memberikan hukuman yang bertujuan untuk prevensi atau pencegahan. Dengan dilakukannya pencegahan yang bisa  orang-orang membatalkan niatnya untuk melakukan tindak pidana.[11]

2.2.  UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KEBAKARAN HUTAN
Eksistensi kebakaran hutan semakin menjadi, banyaknya kabut asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan membuat runtuhnya perlindungan terhadap hak-hak konstitusional sebagai warga negara, khususnya warga Sumatera Selatan. Semakin hari, kabut asap yang pekat semakin parah. Seperti tiada penanggulangan yang dilakukan oleh para aparatur negara.
Banyak sekali penyebab kebakaran hutan yang terjadi, baik dari faktor manusia maupun dari faktor alam itu sendiri. Faktor yang paling banyak adalah faktor dari diri manusia itu sendiri, dikarenakan biasanya para pelaku usaha mandiri atau suatu badan usaha lebih memilih membersihkan lahan dengan cara membakar hutan. Alasan-alasan mereka lebih memilih membakar hutan adalah karena membakar hutan hanya mengeluarkan biaya yang sedikit, waktu yang singkat, dan bekas pembakaran tersebut dapat berupa pupuk penyubur tanah yang dapat digunakan untuk menjadi pupuk pada  lahan yang akan digarap. Selain itu, biasanya bekas pembakaran hutan terdapat kayu-kayu yang biasanya dijadikan oleh warga desa untuk kayu bakar. Biasanya kayu bakar ini masih digunakan bagi masyarakat yang belum memiliki gas elpiji. Memang benar dikatakan bahwa biaya pengeluaran adalah lebih kecil dibandingkan dengan menggarap lahan menggunakan mesin. Apabila kita menggunakan alat pemotong kayu atau yang sejenisnya. Maka kita harus mengeluarkan dana yang terbilang cukup besar. Dan memerlukan waktu yang cukup lama. Tetapi, walaupun cara ini terbilang cukup mahal seharusnya para pelaku usaha bisa menggunakan cara ini agar tidak merugikan masyarakat disekitar. Berdasarkan asas perlindungan maksimum yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan yang penuh pada setiap warga negara  Indonesia dalam keadaan apapun baik didalam negeri maupun diluar negeri.[12] Jadi, pemerintah itu wajib untuk melindungi masyarakatnya dalam keadaan apapun dan dimanapun.
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, namun masih saja ulah manusia yang tidak bertanggung jawab melakukan pembakaran hutan dengan untuk memenuhi egonya sendiri. Tanpa melihat kerugian yang besar terhadap masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Keegoisan ini membuat tidak terpenuhinya hak-hak asasi manusia yang tercantum didalam Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana tidak, negara yang penuh dengan keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh hutan indonesia berubah menjadi negeri yang terselimuti abu-abu bekas pembakaran yang menimbulkan kabut asap yang pekat, dengan intensitas udara yang membahayakan bagi manusia.
Dapat kita lihat di langit yang tidak bertiang  ini banyak sekali helicopter maupun pesawat yang berusaha untuk melakukan pemadaman api di semua titik api yang tersebar di wilayah Sumatera Selatan. Tidak sedikit para aparatur negara yang melakukan pengawasan terhadap penanggulangan bencana yang terjadi di wilayah Sumatera Selatan. Seperti kunjungan oleh orang nomor satu di Indonesia, yaitu Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang didampingi oleh sejumlah petinggi negeri, antara lain Menteri Energi Sudirman Said, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, serta Kepala Kantor dan Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif dan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendryono. kunjungan ini  dilakukan pada 6 september 2015. Dengan jadwal kunjungan di Desa Pinang Raya Kecamatan Pademaran dan Desa Sungai Batas Kecamatan Pangkalan Laban yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Ini merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum.
Baru-baru ini media memberitakan bahwa kerja keras pemerintah provinsi Sumatera Selatan dalam menanggulangi kebakaran hutan telah membuahkan hasil. Walaupun masih terdapat kabut asap yang dinikmati di pagi hari dan di sore hari. Tetapi setidaknya kabut asap yang semakin hari semakin pekat ini sudah sedikit berkurang.
Menurut informasi yang didapatkan di website Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Sumatera Selatan, yang menuliskan bahwa Pemerintah Provinsi Sumsel telah melakukan berbagai upaya untuk memadamkan api dengan cara melibatkan masyarakat maupun pemadaman dari udara dan waterbombing.    “Sumsel telah melakukan tanggap darurat dan menggunakan waterbombing sebelum pemerintah pusat menyarankan. Kepolisian juga telah menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat membakar hutan,” ujar Alex Noerdin usai mengadakan pertemuan  dengan Menteri Lingkungan dan Kehutanan  Hidup Siti Nurbaya, Panglima TNI Gatot Nurmantio, Kapolri Badrodin Haiti  dan Menkopolhukam Luhut Panjaitan di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (15/9).[13]
Upaya pemerintah provinsi Sumatera Selatan dalam menanggulangi kebakaran hutan sedikit berbuah kebaikan. Tetapi, pemerintah provinsi Sumatera Selatan seharusnya sedia payung sebelum hujan. Hal ini dikarenakan meningkatnya kebakaran hutan yang terjadi setiap tahunnya di wilayah Sumatera Selatan. Inilah yang menjadi pr bagi pemerintah provinsi Sumatera Selatan terutama menjadi pr untuk semua aparatur negara yang ada di seluruh wilayah Indonesia, agar bencana ini tidak menjadi bencana tahunan di wilayah Sumatera Selatan dan di wilayah rawan kebakaran di seluruh Indonesia. Seperti melakukan pencegahan sebelum terjadi kebakaran hutan, yaitu dengan membangun sistem sekat kanal untuk membasahi titik rawan api sebagai antisipasi mencegah kebakaran hutan dan lahan jangka panjang. Pembangunan sistem sekat kanal dimulai setelah masa tanggap darurat bencana asap di Sumatera Selatan selesai. Lebih baik mencegah kebakaran daripada memadamkan titik api yang tidak mudah untuk dipadamkan. Pemerintah juga bisa melakukan penanggulangan seperti melakukan penyuluhan kepada pelaku usaha yang akan membakar hutan, dengan menyuluhkan beberapa akibat yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Rehabilitasi hutan dan lahan juga merupakan penanggulangan yang bisa dilakukan. Misalnya hutan yang sering menjadi titik kebakaran digunakan untuk sebuah hutan lindung yang terdapat beberapa satwa didalamnya. Banyak sekali upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan penanggulangan terhadap bencana kebakaran. Termasuk juga upaya penegakan hukum yang tegas, agar para pelaku yang membakar hutan tidak mengulangi perbuatannya.
Selain upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah, sebenarnya masayarakat juga berkewajiban untuk  memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan pengrusakkan lingkungan hidup. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merubah pola tanam, biasanya masyarakat membakar hutan ketika musim kemarau. Hal ini dilakukan agar api cepat menjalar dalam waktu yang cepat, selain itu dikarenakan hutan yang akan digarap semua kayunya kering sehingga dapat menyebarkan api ke seluruh penjuru. Tetapi, hal inilah yang menyebabkan hak-hak warga negara tidak terpenuhi. Sebaiknya, para pelaku usaha merubah pola fikir mereka dengan tidak membakar hutan dan merubah pola tanam.
Dengan adanya upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam hal penanggulangan bencana kebakaran hutan, maka kebakaran hutan yang sering terjadi dapat diminimalisir.
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang ada pada setiap warga masyarakat di Indonesia yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Sedangkan setelah masyarakat Indonesia sudah mendapatkan haknya., masyarakat Indonesia memiliki kewajiban untuk mempertanggung jawabkan hak yang diberikan oleh negara Indonesia.
Apabila hak-hak warga negara belum dapat dipenuhi, maka hal itu menjadi tugas para aparatur negara untuk memenuhi hak-hak sebagai warga negara. Termasuk hak untuk mendpatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan pendidikan dan hak-hak lainnya yang telah terdapat didalam konstitusi Indonesia.
Sebagai provinsi darurat asap yang terjadi di provinsi Sumatera Selatan, sudah sepantasnya masyarakat maupun pemerintah provinsi Sumatera Selatan, Pemerintah Kota, maupun pemeritah daerah untuk bahu membahu mencegah adanya kebakaaran hutan yang setiap tahunnya menjadi agenda tahunan.
Dengan demikian, hak bagi masyarakat untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapat kesehatan, hak untuk mendapatkan pekerjaan, dan hak lainnya bisa terwujud sehingga provinsi Sumatera Selatan adalah provinsi yang mewujudkan prinsip demokrasi, yang pada dasarnya demokrasi adalah prinsip  yang menjunjung tinggi kebebasan.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang Undang  Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Bolam, Loman. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsri. Palembang. 2015.
Hardjasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan.  Yogyakarta.  UGM Press. 2013.

Nashriana. Diktat Kuliah Hukum Penintensier. Unsri. Palembang. 2009.







[1] Loman Bolam. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsri. Palembang. 2015. Hlm. 16.
[2] Pasal 5 ayat (1) UUPLH
[3] Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999
[4] Koesnadi Hardjasoemantri,Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta, UGM Press, 2013. Hlm. 102
[5] Pasal 6 ayat (1) UUPLH
[6] http://print.kompas.com/baca/2015/09/05/Kabut-Asap-Sudah-Darurat
[7] https://wahyukdephut.files.wordpress.com/2009/10/bagaimana-kebakaran-hutan-terjadi1
[8] Pasal 28H Ayat  butir (1) UUD 1945
[9] Pasal 28 D Butir 2 UUD 1945
[10] http://rajanarai.blogspot.co.id/2012/11/teori-teori-pendidikan.html
[11] . Nashriana. Hukum Penintensier. Unsri. Palembang. 2009. Hlm. 13
[12] Loman Bolam. Op-cit. Hlm. 16.
[13] http://ppid.sumselprov.go.id/kerja-keras-pemprov-sumsel-mulai-buahkan-hasil/

1 komentar:

  1. How to make money in casino games with real money | Worktomakemoney
    A casino game using real money will require kadangpintar no deposit, 바카라 사이트 and it can be fun หารายได้เสริม to play on the go. So, just keep reading the FAQs

    ReplyDelete

Blog Archive

Powered by Blogger.