“Pencemaran Udara dalam Perspektif HAM
(Hak Asasi Manusia) di Wilayah Sumatera Selatan”
ABSTRAK
Warga negara
merupakan salah satu unsur pokok suatu negara, status kewarganegaraan
menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negara. Setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya, sebaliknya negara
juga memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.
Hak dan kewajiban tersebut terdapat didalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pengaturannya terdapat didalam Undang-Undang
Sebagai warga
negara Indonesia yang memiliki hak misalnya hak untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan pendidikan dan hak-hak
lainnya, maka pemerintah wajib untuk memenuhi hak tersebut dengan tidak membedakan perlakuan dalam
segala hal ihwal yang berhubunggan dengan warga negara atas dasar suku, ras,
agama, golongan, jenis kelamin, dan gender yang, hal inilah yang dinamakan asas
diskriminatif. [1]
Apabila terdapat
bencana alam yang diperbuat oleh manusia, maka untuk menjunjung tinggi hak
asasi manusia pemerintah harus menegakkan hukum dengan tegas agar dapat membuat
para pelaku tidak mengulangi perbuatannya. Seperti yang terdapat didalam teori
absolut yang menyatakan bahwa “tujuan pemidanaan adalah untuk membalas yang melakukan
kejahatan”. Artinya, setiap kejahatan yang mengakibatkan korban harus
dijatuhkan sanksi pidana kepada pelaku.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Penegakan
hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya suatu norma-norma hukum
secara nyata sebagai pedoman perilaku atau sikap tindak dalam lalu lintas atau
hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum di
Indonesia, memang telah menjadi
persoalan yang hingga saat ini mungkin masih menimbulkan tanda tanya bagi
seluruh masyarakat di Indonesia \. Bukan tanpa alasan, namun karena secara nyataya
telah banyak kasus-kasus hukum yang terlewatkan dan gagal ditangani oleh aparat
penegak hukum.
Pengakuan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum, sepertinya hanya omong kosong belaka. Karena masih banyak kasus yang tidak
membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum, seperti yang termasuk didalam
Pasal 1 butir ke-3 Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia. Banyak sekali
para pelaku tindak pidana, yang didalam
kenyatannya mereka bersalah, tetapi didalam penegakan hukumnya mereka mendapatkan
keringanan hukuman yang tidak pantas untuk mereka menerimanya.
Para pelanggar norma seperti tidak jera untuk
melakukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan masyarakat. Hal ini sangat
jelas terlihat, misalkan pada kasus kebakaran lahan yang terjadi di negara
Indonesia, seperti Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Selatan. Kebakaran lahan ini dari tahun ke tahun terus
berulang, hingga banyak menimbulkan kerugian. Diantaranya dibidang ekonomi,
kesehatan, pendidikan, dan terutama di bidang Lingkungan. Jika dicermati dari
penegakan hukumnya, aparatur negara tidak menegakkan hukum yang dapat
menimbulkan efek jera, para pelaku ini seperti tidak pernah takut untuk
melakukan kesalahan yang terus berulang. Mereka tidak memikirkan dampak-dampak
yang terjadi dari perbuatan yang mereka lakukan.
Hak warga negara untuk medapatkan lingkungan
yang baik dan sehat, sebagaimana telah diamanatkan didalam pasal 28H
Undang-Undang Dasar Negara kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945,
sepertinya hanya rangkaian kata saja. Karena pada kenyataannya, setiap orang
yang berada di provinsi sumatera selatan terutama di Kota palembang, Kabupaten
Ogan Komering, Kota Banyuasin dan kota atau kabupaten lainnya tidak bisa
menghirup udara bersih. Jangankan di luar rumah atau di tempat-tempat tertentu
seperti taman, didalam rumah sendiri pun tidak bisa mendapatkan udara yang
segar. Setiap pagi hari terkadang disekitar rumah maupun didalam rumah asap
menggupal menjadi satu. Apakah hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat di
provinsi Sumatera Selatan terutama di Kota Palembang dapat mendapatkan haknya
untuk lingkungan yang baik dan sehat? Tentu jawabannya tidak. Pentingnya peran
aparatur negara dalam hal menindak para pelaku yang menyebabkan tercemarnya
udara yang menjadi “kabut asap” ini, agar kasus kebakaran hutan seperti ini
tidak terjadi kembali di tahun yang akan datang.
Seperti yang terdapat didalam pasal 5 ayat
(1) UUPLH yang berbunyi: “setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat.”[2]
Didalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
didalam pasal 9 ayat (3) menegaskan “setiap orang berhak atas lingkungan yang
baik dan sehat.”[3] Hal ini
juga dipertegas didalam pasal 28 H butir ke (1) Undang-Undang Dasar Negara kemerdekaan
Republik Indonesia tahun 1945.
Disamping hak untuk mendapatkan lingkungan
yang baik dan sehat, warga negara Indonesia juga berkewajiban menjaga
kelestarian lingkungan serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
pengrusakkan lingkungan hidup.[4]
Hal ini seperti yang terkandung didalam pasal 6 ayat (1) UUPLH “setiap orang
berkewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan pengrusakkan lingkungan hidup.”[5]
Dengan demikian, sebagai warga negara Indonesia wajib untuk melaksanakan
kewajibannya seperti yang terkandung didalam pasal 6 ayat (1) tersebut. Bukan
mengabaikan pasal tersebut. Karena para pelaku yang membuat kebakaran hutan
telah melanggar kewajiban sebagai warga negara Indonesia, maka dari itu kabut
asap pekat yang menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera Selatan, Riau, dan
Kalimantan dikategorikan darurat karena sudah mengganggu masyarakat. Dimana
masyarakat itu bukan hanya terdiri dari orang dewasa saja, melainkan anak-anak
dan bayi juga terkena dampaknya.
Kabut asap ini juga tidak hanya menyebar di
sebagian wilayah Indonesia saja, melainkan sudah menyebar ke negara tetangga
seperti Thailand, Singapura dan Malaysia. Meskipun demikian, walaupun negara
Indonesia sudah mendapatkan kecaman yang dimuat melalui bangkok Post Thailand,
The Star Malaysia, dan The Straits Time Singapura tetapi, Indonesia
mengabaikannya dan menggertak negara tetangga. Seperti yang dikatakan oleh
menteri kehutanan dan lingkungan hidup kepada media Antara, bahwa mereka telah
mengklaim pihaknya telah berupaya keras untuk menghentikan kebakaran hutan.
Tetapi hal ini, tidak terbukti secara nyata bahwa kerja keras yang dilakukan
membuahkan hasil yang memuaskan. Karena semakin hari semakin pekat pula kabut
asapnya di Kalimantan, Riau, dan terutama di Sumatera Selatan yang menyelimuti
sebesar 80 persen wilayah Sumatera Selatan.[6]
Hal ini sungguh sangat tragis, ketika kabut
asap yang menyelimuti 80 persen wilayah Sumatera Selatan dikategorikan darurat.
Padahal permasalahan ini adalah suatu permasalahan yang setiap tahun terjadi
dengan penanggulangan bencana yang minim serta kurangnya pengawasan dari
pemerintah itu sendiri. Seharusnya
negara Indonesia terutama, Pemerintah daerah Sumatera Selatan sudah
mengerti pemecahan masalah yang kompleks ini. Di situasi negara Indonesia yang
sedang mengalami keterpurukan rupiah, setiap tahunnya wilayah darurat asap
menghabiskan triliunan rupiah untuk penanggulangan bencana kebakaran hutan ini.
Dengan penanggulangan bencana yang sama dan tidak berefek positive.
Memang benar dikatakan bahwa Hukum adalah
petugas, yang artinya hukum itu ada apabila ada petugas yang mengawasinya.
Disini terlihat sekali lemahnya penegakan hukum atas kasus kebakaran lahan yang
melanggar hak warga negara atas lingkungan yang baik dan sehat.
1.2.RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rumusan
masalahnya adalah:
1.
Bagaimanakah urgensi kebakaran hutan dari
perspektif hak asasi manusia?
2.
Bagaimanakah upaya penanggulangan bencana
kebakaran hutan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum?
1.3.URGENSI TERHADAP PEMBAHASAN TEMA
Negara
Indonesia yang genap berumur 70 tahun ini sudah mengalami perpindahan rezim
kekuasaan yang silih berganti bersamaan dengan sistem politiknya. Mulai dari
nasionalis, sosialis, komunis, diktator otoriter yang diselimuti demokrasi semu
oleh presiden Soeharto, dan yang sedang
berlaku sekarang adalah sistem demokrasi. Ide demokrasi yang muncul ini
sebenarnya sangat sederhana, yaitu untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Di Indonesia sendiri sistem demokrasi sudah berjalan belasan tahun sudah,
tetapi masih dalam masa transisi. Dalam artian bahwa, demokrasi secara politik
sudah terlaksana cukup baik, namun masih terdapat demokrasi ekonomi dan
demokrasi sosial yang masih berjalan ditempat. Demokrasi saat ini sebenarnya
masih belum pada tingkat menghormati hak asasi manusia sebagai warga negara
Indonesia, padahal didalam konstitusi Indonesia sudah jelas tercantum hak warga
negara Indonesia untuk mendapatkan salah satunya adalah lingkungan yang baik
dan sehat. Namun, hingga saat ini negara Indonesia masih belum mampu menjamin
hak warga negara ini, hal ini sudah jelas menyalahi konstitusi. Fakta ini
menunjukkan bahwa demokrasi negara Indonesiabelum berjalan sempurna, karena
sejatinya negara demokrasi adalah negara yang menjunjung tinggi hak-hak warga
negaranya. Oleh karena itu, urgensi terhadap pembahasan tema “Pemenuhan Hak-Hak
Konstitusional dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia”, melahirkan judul paper, yaitu “Pencemaran Udara dalam Perspektif HAM (Hak Asasi
Manusia) di Wilayah Sumatera Selatan”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KEBAKARAN HUTAN DI WILAYAH SUMATERA SELATAN DALAM
PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Hutan
di Indonesia merupakan sebuah fenomena menakjubkan. Hutan adalah karunia dan
amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia yang
telah menempatkan negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pemilik
hutan tropika terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire. Suatu hal yang patut
disyukuri dan suatu kebanggaan sebagai warga negara Indonesia, mengingat hutan
dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan
pembangunan di negara Indonesia, serta memberikan jasa-jasa lingkungan untuk
menopang kehidupan di muka bumi. Tetapi di lain pihak, hutan yang seharusnya
diurus dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian
telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mengejutkan bagi dunia Internasional, hal ini menambah satu
lagi prestasi Indonesia yang membuat hati miris,
karen negara Indonesia masuk dalam daftar rekor dunia guiness yang dirilis oleh
Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan
tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah
dengan 1.8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005,
sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2 per hari
atau dalam satu jam luas hutan Indonesia yang hancur setara dengan 300 lapangan
sepakbola. Selain itu, sebuah prestasi Internasional tercatat kembali bagi
bangsa Indonesia karena hutan yang dimiliki. Kebakaran hutan di Indonesia telah
menempatkan Indonesia sebagai negara yang termasuk dalam deretan negara
penyumbang emisi CO2 terbesar di dunia.[7]
Sungguh disayangkan atas prestasi yang mengecewakan
untuk negara Indonesia. Kebakaran hutan itu sendiri sepertinya menjadi agenda
tahunan negara Indonesia terutama di wilayah Sumatera Selatan, meskipun
triliyunan rupiah telah dihabiskan untuk menanggulangi kebakaran hutan ini baik
melalui proyek dalam negeri maupun luar negeri. Seperti mendatangkan pesawat
ataupun helicopter dari dalam ataupun luar negeri. Dengan kapasitas muatan air
berton-ton untuk memadamkan kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Sumatera
Selatan. Tetapi, membuahkan hasil yang kurang memuaskan bagi warga negara Indonesia,
khususnya Sumatera Selatan. Karena warga Sumatera Selatan masih tetap merasakan
nikmatnya asap ketika di pagi hari, siang hari, maupun dimalam hari. Hal ini
sepertinya tidak sama dengan apa yang termuat didalam konstitusi negara
Kemerdekaan Republik Indonesia. Terdapat banyak sekali kerugian yang disebabkan
oleh pelanggaran hak asasi manusia yang
terdapat didalam Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik ini, selain
disektor lingkungan, terdapat juga kerugian di bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
2.1.1. KERUGIAN
DI BIDANG LINGKUNGAN
Berdasarkan perspektif Hak Asasi Manusia sebagai warga
negara yang tercantum didalam pasal 28 H butir ke (1) Undang-Undang Dasar
negara Kemerdekaan Republik Indonesia yang mengatakan bahwa :
“setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”.[8]
Tetapi, hal ini tidak dijunjung tinggi oleh para
pembakar hutan yang juga merupakan warga negara Indonesia, yang seharusnya
memiliki kewajiban untuk memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan pengrusakkan lingkungan hidup, seperti yang tercantum didalam pasal 6 ayat
(1) UUPLH. Pelaku ini hanya memikirkan untung yang didapat saja tanpa
memikirkan akibat negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan yang baik dan
sehat di wilayah Sumatera Selatan. Yang mengakibatkan udara di wilayah Sumatera
Selatan menjadi berbahaya bagi manusia, seperti yang telah termuat pada litbang
“Kompas”/BEY yang menjelaskan bahwa kualitas udara di wilayah yang terpapar
kabut asap sangat buruk. Indeks pencemaran di udara mencapai 500 dan termasuk
kategori berbahaya bagi manusia. Artinya, setiap warga di wilayah Sumatera
Selatan sebanyak 80 persen sudah terselimuti oleh kabut asap yang pekat. Dan
hampir setiap hari kabut asap mencemari udara di wilayah Sumatera Selatan.
2.1.2. KERUGIAN
DI BIDANG EKONOMI
Selain menimbulkan kerugian di bidang lingkungan, ternyata
asap juga berdampak pada sektor perekonomian. Hal ini dikarenakan kabut asap
yang menyelimuti wilayah Sumatera Selatan membuat berkurangnya kunjungan
wisatawan domestik yang tentunya menambah devisa negara Indonesia dan juga
mengganggu aktivitas bisnis. Seperti ditutupnya
bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Jika dilihat dari perspektif hak asasi manusia didalam
pasal 28 D butir ke (2) Undang-Undang Dasar
negara Kemerdekaan Republik Indonesia yang
menyatakan bahwa :
Dalam pasal ini kita dapat mengetahui bahwa akibat dari
kebakaran hutan yang menimbulkan asap yang pekat di daerah Sumatera Selatan
yaitu terdapatnya perlakuan yang tidak adil dan layak dalam hubungan kerja.
Artinya disini, jika bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang ditutup,
maka hubungan kerja yang terjalin dengan bandara tersebut mengalami kerugian juga.
Tentunya hal ini melanggar hak asasi manusia yang ada didalam konstitusi negara
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain ditutupnya bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, kabut asap
ini juga merugikan para tukang ojek. Hal ini dikarenakan, para pelanggan ojek di wilayah Sumatera
Selatan, lebih memilih untuk tidak menggunakan motor tetapi lebih memilih
menggunakan mobil pribadi atau busway atau angkutan kota (angkot). Yang artinya hal ini juga membuat lalu lintas khususnya di
Kota Palembang menjadi macet, karena
jarak pandang hanya beberapa meter saja ketika di pagi hari. Sungguh tragis
sekali dampak-dampak yang ditimbulkan oleh tangan-tangan jahil yang merugikan
warga Sumatera Selatan.
2.1.3. KERUGIAN
DI BIDANG KESEHATAN
Kesehatan adalah mahkota yang tidak terlihat, dan tidak ada
seorang pun yang melihatnya, kecuali mereka yangg sakit. Artinya kesehatan
adalah harta yang tidak ternilai harganya. Kesehatan juga adalah nikmat yang
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, karena apabila kita mengalami sakit, maka
kita tidak bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan kita. Karena jika kita sakit,
kita memerlukan istirahat yang cukup. Hal ini juga yang merugikan kita, karena
kabut asap yang menyelimuti 80 persen wilayah Sumatera Selatan membuat warganya mengalami beberapa penyakit,
seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan). Banyak sekali warga masyarakat yang
berobat ke dokter, dan dokter menyatakan seseorang terkena ISPA. Hal ini siapa
yang bertanggung jawab? Tentunya tidak ada yang bertanggung jawab terhadap apa
yang telah membuat seseorang terserang ISPA. Tidak sedikit warga masyarakat
wilayah Sumatera Selatan yang terserang ISPA, karena bukan hanya orang dewasa
tetapi juga anak-anak kecil dan bayi ikut mengalami ISPA. Hal ini dikarenakan
kabut asap di wilayah Sumatera-Selatan sudah terkategori darurat dan berbahaya
bagi manusia.
Kewajiban Pemerintah
untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia memiliki landasan
yuridis internasional dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,
terutama pemerintah. Kewajiban pemerintah ini juga ditegaskan dalam Pasal 8 UU
HAM. Dibidang kesehatan, Pasal 7 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah
bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
.
2.1.4. KERUGIAN
DI BIDANG PENDIDIKAN
Pendidikan adalah hal yang diutamakan didalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, Indonesia mewajibkan wajib belajar 9 tahun bagi rakyat
Indonesia. Tetapi, akibat kebakaran hutan ini sektor pendidikan mengalami
kerugian, hal ini terlihat ketika Dinas Pendidikan Pemerintah dan Kota
Palembang menghentikan kegiatan belajar mengajar selama beberapa hari. Dimulai
dari TK/PAUD/PLAYGROUP, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA diliburkan karena
pekatnya kabut asap yang ada di wilayah kota Palembang. Selain itu, selama
beberapa hari sekolah-sekolah yang ada di kota Palembang diharuskan untuk masuk
ke kelas pada pukul 08.00 WIB karena ketika pagi hari suasana sekolah masih
berkabut asap dan mengganggu kegiatan belajar mengajar. Kondisi seperti ini
membuat sekolah-sekolah yang ada di kota Palembang menjadi tidak efektif.
Padahal berdasarkan
teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh ahli bernama Von Glaserssfeld
dan Vico bahwa yang menjadi dasar siswa memperoleh pengetahuan adalah karena
keaktifan siswa itu sendiri.[10]
Artinya, jika siswa tidak aktif maka siswa tidak bisa memperoleh pengetahuan.
Aktif disini dimaksudkan bahwa siswa itu aktif didalam proses pembelajaran.
Tetapi, apabila sekolah tidak efektif, karena sering diliburkan atau terganggunya
aktivitas belajar mengajar, maka siswa tidak bisa menjadi seseorang yang dapat
menemukan pengetahuan- pengetahuannya.
Pendidikan merupakan hak
konstitusional, yang dijamin implementasinya secara nasional berdasarkan
konstitusi. Di Indonesia hak ini diakui dan dijamin di dalam
Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia. Tanggung jawab negara di dalam pendidikan dituangkan di dalam pasal-pasal
dalam Undang-Undang Dasar negara Kemerdekaan Republik
Indonesia, dan sasaran pendidikan secara konkret
adalah “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” sebagaimana yang
tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
negara Kemerdekaan Republik Indonesia. Sesungguhnya jauh
sebelum dibentuknya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Para
pendiri negara Indonesia telah menyadari bahwa pendidikan merupakan
akses kepada kehidupan bangsa yang cerdas dan bermartabat, oleh karena itu hak
atas pendidikan dijamin di dalam konstitusi Undang-Undang
Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sebagaimana yang tertuang di dalam pasal:
a) Pasal 28 C UUD 1945
“Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
b) Pasal 28 E ayat (1)
“Setiap orang bebas…
memilih pendidikan…”
c) Pasal 31 ayat (1)
“Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan”.
d) Pasal 31 ayat (2)
“Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
e) Pasal 31 ayat (3)
“Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
f) Pasal 31 ayat (4)
“Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
g) Pasal 31 ayat (5)
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Didalam Undang-Undang
Dasar negara Kemerdekaan Republik Indonesia artinya memberikan jaminan bahwa
pendidikan merupakan hak setiap warga negaraIndonesia untuk mendapatkan
pendidikan. Tetapi, sekali lagi ditekankan bahwa akibat ulah tangan yang
jahil ini kegiatan di bidang pendidikan untuk mencerdaskan warga negara menjadi
terganggu.
Setelah
melihat beberapa kerugian-kerugian yang membuat warga negara Indonesia
khususnya masyarakat Sumatera Selatan, maka sudah sepantasnya para pelaku
tindak pidana yang membakar hutan dihukum. Karena hal ini erdasarkan teori
absolut bahwa “tujuan
pemidanaan adalah untuk membalas yang melakukan kejahatan”. Artinya, setiap
kejahatan yang mengakibatkan korban harus dijatuhkan sanksi pidana kepada
pelaku. Selain untuk melakukan pembalasan
dengan memberikan sanksi yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh
pelaku tindak pidana, pemerintah juga bisa memberikan hukuman yang bertujuan
untuk prevensi atau pencegahan. Dengan dilakukannya pencegahan yang bisa orang-orang membatalkan niatnya untuk melakukan
tindak pidana.[11]
2.2. UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KEBAKARAN HUTAN
Eksistensi
kebakaran hutan semakin menjadi, banyaknya kabut asap yang ditimbulkan oleh
kebakaran hutan membuat runtuhnya perlindungan terhadap hak-hak konstitusional
sebagai warga negara, khususnya warga Sumatera Selatan. Semakin hari, kabut
asap yang pekat semakin parah. Seperti tiada penanggulangan yang dilakukan oleh
para aparatur negara.
Banyak sekali penyebab kebakaran hutan yang terjadi, baik dari
faktor manusia maupun dari faktor alam itu sendiri. Faktor yang paling banyak
adalah faktor dari diri manusia itu sendiri, dikarenakan biasanya para pelaku
usaha mandiri atau suatu badan usaha lebih memilih membersihkan lahan dengan
cara membakar hutan. Alasan-alasan mereka lebih memilih membakar hutan adalah
karena membakar hutan hanya mengeluarkan biaya yang sedikit, waktu yang
singkat, dan bekas pembakaran tersebut dapat berupa pupuk penyubur tanah yang
dapat digunakan untuk menjadi pupuk pada
lahan yang akan digarap. Selain itu, biasanya bekas pembakaran hutan
terdapat kayu-kayu yang biasanya dijadikan oleh warga desa untuk kayu bakar.
Biasanya kayu bakar ini masih digunakan bagi masyarakat yang belum memiliki gas
elpiji. Memang benar dikatakan bahwa biaya pengeluaran adalah lebih kecil
dibandingkan dengan menggarap lahan menggunakan mesin. Apabila kita menggunakan
alat pemotong kayu atau yang sejenisnya. Maka kita harus mengeluarkan dana yang
terbilang cukup besar. Dan memerlukan waktu yang cukup lama. Tetapi, walaupun
cara ini terbilang cukup mahal seharusnya para pelaku usaha bisa menggunakan
cara ini agar tidak merugikan masyarakat disekitar. Berdasarkan asas
perlindungan maksimum yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan
perlindungan yang penuh pada setiap warga negara Indonesia dalam keadaan apapun baik didalam
negeri maupun diluar negeri.[12]
Jadi, pemerintah itu wajib untuk melindungi masyarakatnya dalam keadaan apapun
dan dimanapun.
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, namun masih
saja ulah manusia yang tidak bertanggung jawab melakukan pembakaran hutan
dengan untuk memenuhi egonya sendiri. Tanpa melihat kerugian yang besar
terhadap masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di wilayah Provinsi Sumatera
Selatan. Keegoisan ini membuat tidak terpenuhinya hak-hak asasi manusia yang
tercantum didalam Undang-Undang Dasar negara
Kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana tidak, negara yang penuh dengan
keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh hutan indonesia berubah menjadi negeri
yang terselimuti abu-abu bekas pembakaran yang menimbulkan kabut asap yang
pekat, dengan intensitas udara yang membahayakan bagi manusia.
Dapat
kita lihat di langit yang tidak bertiang
ini banyak sekali helicopter maupun pesawat yang berusaha untuk
melakukan pemadaman api di semua titik api yang tersebar di wilayah Sumatera
Selatan. Tidak sedikit para aparatur negara yang melakukan pengawasan terhadap
penanggulangan bencana yang terjadi di wilayah Sumatera Selatan. Seperti
kunjungan oleh orang nomor satu di Indonesia, yaitu Presiden Republik
Indonesia, Joko Widodo yang didampingi oleh sejumlah petinggi negeri, antara lain Menteri Energi
Sudirman Said, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin
Haiti, serta Kepala Kantor dan Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif dan Sekretaris Jenderal
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendryono. kunjungan ini dilakukan pada 6 september 2015. Dengan
jadwal kunjungan di Desa Pinang Raya
Kecamatan Pademaran dan Desa Sungai Batas Kecamatan Pangkalan Laban yang berada
di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Ini merupakan salah satu
bentuk upaya yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum.
Baru-baru
ini media memberitakan bahwa kerja keras pemerintah provinsi Sumatera Selatan
dalam menanggulangi kebakaran hutan telah membuahkan hasil. Walaupun masih
terdapat kabut asap yang dinikmati di pagi hari dan di sore hari. Tetapi
setidaknya kabut asap yang semakin hari semakin pekat ini sudah sedikit
berkurang.
Menurut informasi yang didapatkan di website Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi Sumatera Selatan, yang menuliskan bahwa Pemerintah
Provinsi Sumsel telah melakukan berbagai upaya untuk memadamkan api dengan cara
melibatkan masyarakat maupun pemadaman dari udara dan waterbombing.
“Sumsel telah melakukan tanggap darurat dan menggunakan
waterbombing sebelum pemerintah pusat menyarankan. Kepolisian juga telah
menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat membakar hutan,” ujar Alex
Noerdin usai mengadakan pertemuan dengan Menteri Lingkungan dan Kehutanan
Hidup Siti Nurbaya, Panglima TNI Gatot Nurmantio, Kapolri Badrodin Haiti
dan Menkopolhukam Luhut Panjaitan di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (15/9).[13]
Upaya pemerintah provinsi Sumatera Selatan dalam menanggulangi
kebakaran hutan sedikit berbuah kebaikan. Tetapi, pemerintah provinsi Sumatera
Selatan seharusnya sedia payung sebelum hujan. Hal ini dikarenakan meningkatnya
kebakaran hutan yang terjadi setiap tahunnya di wilayah Sumatera Selatan.
Inilah yang menjadi pr bagi
pemerintah provinsi Sumatera Selatan terutama menjadi pr untuk semua aparatur negara yang ada di seluruh wilayah
Indonesia, agar bencana ini tidak menjadi bencana tahunan di wilayah Sumatera
Selatan dan di wilayah rawan kebakaran di seluruh Indonesia. Seperti melakukan
pencegahan sebelum terjadi kebakaran hutan, yaitu dengan membangun sistem sekat kanal untuk
membasahi titik rawan api sebagai antisipasi mencegah kebakaran hutan dan lahan
jangka panjang. Pembangunan sistem sekat kanal dimulai setelah masa tanggap
darurat bencana asap di Sumatera Selatan selesai. Lebih baik mencegah kebakaran
daripada memadamkan titik api yang tidak mudah untuk dipadamkan. Pemerintah
juga bisa melakukan penanggulangan seperti melakukan penyuluhan kepada pelaku
usaha yang akan membakar hutan, dengan menyuluhkan beberapa akibat yang
ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Rehabilitasi hutan dan lahan juga merupakan
penanggulangan yang bisa dilakukan. Misalnya hutan yang sering menjadi titik
kebakaran digunakan untuk sebuah hutan lindung yang terdapat beberapa satwa
didalamnya. Banyak sekali upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk
melakukan penanggulangan terhadap bencana kebakaran. Termasuk juga upaya
penegakan hukum yang tegas, agar para pelaku yang membakar hutan tidak
mengulangi perbuatannya.
Selain upaya yang bisa dilakukan oleh
pemerintah, sebenarnya masayarakat juga berkewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan pengrusakkan lingkungan
hidup. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merubah pola tanam, biasanya
masyarakat membakar hutan ketika musim kemarau. Hal ini dilakukan agar api
cepat menjalar dalam waktu yang cepat, selain itu dikarenakan hutan yang akan
digarap semua kayunya kering sehingga dapat menyebarkan api ke seluruh penjuru.
Tetapi, hal inilah yang menyebabkan hak-hak warga negara tidak terpenuhi. Sebaiknya,
para pelaku usaha merubah pola fikir mereka dengan tidak membakar hutan dan
merubah pola tanam.
Dengan adanya upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat dalam hal penanggulangan bencana kebakaran hutan,
maka kebakaran hutan yang sering terjadi dapat diminimalisir.
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Hak
dan kewajiban adalah sesuatu yang ada pada setiap warga masyarakat di Indonesia
yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945. Jadi, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan haknya sebagai warga
negara Indonesia. Sedangkan setelah masyarakat Indonesia sudah mendapatkan
haknya., masyarakat Indonesia memiliki kewajiban untuk mempertanggung jawabkan
hak yang diberikan oleh negara Indonesia.
Apabila
hak-hak warga negara belum dapat dipenuhi, maka hal itu menjadi tugas para
aparatur negara untuk memenuhi hak-hak sebagai warga negara. Termasuk hak untuk
mendpatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan
pendidikan dan hak-hak lainnya yang telah terdapat didalam konstitusi
Indonesia.
Sebagai
provinsi darurat asap yang terjadi di provinsi Sumatera Selatan, sudah
sepantasnya masyarakat maupun pemerintah provinsi Sumatera Selatan, Pemerintah
Kota, maupun pemeritah daerah untuk bahu membahu mencegah adanya kebakaaran
hutan yang setiap tahunnya menjadi agenda tahunan.
Dengan
demikian, hak bagi masyarakat untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat,
hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapat kesehatan, hak untuk
mendapatkan pekerjaan, dan hak lainnya bisa terwujud sehingga provinsi Sumatera
Selatan adalah provinsi yang mewujudkan prinsip demokrasi, yang pada dasarnya
demokrasi adalah prinsip yang menjunjung
tinggi kebebasan.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1997 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Undang
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia
Bolam, Loman. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsri.
Palembang. 2015.
Hardjasoemantri, Koesnadi.
Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta. UGM Press. 2013.
Nashriana. Diktat Kuliah Hukum Penintensier. Unsri.
Palembang. 2009.
[1] Loman Bolam. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsri. Palembang. 2015. Hlm.
16.
[2] Pasal 5 ayat (1) UUPLH
[3] Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999
[4] Koesnadi Hardjasoemantri,Hukum
Tata Lingkungan, Yogyakarta, UGM Press, 2013. Hlm. 102
[5] Pasal 6 ayat (1) UUPLH
[6] http://print.kompas.com/baca/2015/09/05/Kabut-Asap-Sudah-Darurat
[7] https://wahyukdephut.files.wordpress.com/2009/10/bagaimana-kebakaran-hutan-terjadi1
[8] Pasal 28H Ayat butir (1) UUD
1945
[9] Pasal 28 D Butir 2 UUD 1945
[10] http://rajanarai.blogspot.co.id/2012/11/teori-teori-pendidikan.html
[11] . Nashriana. Hukum Penintensier. Unsri. Palembang. 2009. Hlm. 13
[12] Loman Bolam. Op-cit. Hlm. 16.
[13] http://ppid.sumselprov.go.id/kerja-keras-pemprov-sumsel-mulai-buahkan-hasil/
How to make money in casino games with real money | Worktomakemoney
ReplyDeleteA casino game using real money will require kadangpintar no deposit, 바카라 사이트 and it can be fun หารายได้เสริม to play on the go. So, just keep reading the FAQs