TUGAS KARYA TULIS
ILMU PERUNDANG-UNDANGAN
“URGENSI KEHADIRAN PROLEGNAS ATAU PROLEGDA
DALAM PENYUSUNAN SEBUAH RUU ATAU
PERDA”
MARSICA LESTARI
02011381320008
FAKULTAS HUKUM
KAMPUS PALEMBANG
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik, dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan karya tulis ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga tulisan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk,
maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga karya tulis ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat menjadi
lebih baik.
Karya tulis ini saya akui masih banyak sekali
kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu,
saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
karya tulis ini.
Palembang,
April 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
COVER 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 5
LATAR BELAKANG 5
RUMUSAN MASALAH 6
TUJUAN PENULISAN 7
DASAR HUKUM 7
BAB II PEMBAHASAN 8
UU DAN PERDA 8
KEDUDUKAN UNDANG-UNDANG
DAN PERATURAN DAERAH 9
LEMBAGA
PEMBENTUK UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN
DAERAH 10
PROLEGNAS DAN PROLEGDA 10
PROLEGNAS 10
PENYUSUNAN
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL 11
DASAR
PENYUSUNAN PROLEGNAS 12
DASAR
PENYUSUNAN DAFTAR RUU DALAM PROLEGNAS 12
PENYUSUNAN
PROLEGNAS 12
PENYUSUNAN
PROGRAM LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA) 13
DASAR
HUKUM PENYUSUNAN PROLEGDA 13
DASAR
PENYUSUNAN DAFTAR RAPERDA DALAM PROLEGDA 13
HUBUNGAN
ANTARA PROLEGNAS DAN PROLEGDA DALAM
KACAMATA
NKRI 14
KAITAN ANTARA LEGISLASI
PUSAT DAN DAERAH 15
BAB III PENUTUP 16
KESIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
[1]Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat)
dan bukan berdasarkan atas kekuasaan semata (machstaat).
Oleh karena itu, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, dan
UUD 1945 merupakan hukum dasarnya yang wajib untuk dijadikan landasan hukum
dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan.
Sebelum
dilakukan amandemen UUD Negara Republik Indonesia 1945, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia termasuk dari bagian hierarki
Peraturan Perundang-Undangan, tetapi setelah amandemen UUD 1945 , hierarki
perundang-undangan yang paling tinggi adalah UUD 1945. Berdasarkan Pasal 7 UU
No. 12 Tahun 2011 bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan adalah
UUD 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan daerah Provinsi, dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Jadi, dalam hierarki Perundang-Undangan ini,
semua Peraturan yang kedudukannya lebih rendah maka tidak boleh bertentangan
dengan Peraturan yang kedudukannya lebih tinggi. Jika ada Undang-Undang yang
bertentangan dengan UUD 1945, maka UU tersebut bisa dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi.
Dalam
Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan legislasi berada ditangan DPR RI, walaupun
pada proses pembahasannya dibahas bersama dengtan presiden, yang biasanya
diwakili oleh menterinya. Di dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR,
DPD, dan DPRD) menyebutkan bahwa pintu masuk inisiatif membentuk suatru RUU
bisa berasal dari tiga pintu institusi negara, yaitu DPR, Presiden RI, dan DPD
(untuk RUU tertentu). Pasal 7 UU tentang MD3 menyebutkan bahwa DPR mempunyai
tugas dan wewenang :
a. Membentuk
Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat Persetujuan bersama;
b. Memberikan
persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi Undang-Undang.
c. Menerima
RUU yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
d. Membahas
RUU sebagaimana dimaksud dalam huruf c bersama presiden dan DPD sebelum diambil
persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
e. Membahas
RUU yang diajukanoleh Presiden atau DPR yang berkaitan dentan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah
, pengelolaan Dumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya, serta
pertimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum
diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
Pengajuan
inisiatif sebuah RUU di internal DPR dikoordinasikan oleh Badan Legislasi, di
DPD dikoordinasikan oleh PPUU (Panitia PeRUU), dan di Pemerintah atau Presiden
dikoordinasikan oleh kementrian Hukum dan HAM RI.
PERDA
merupakan salah satu dari hierarki Perundang-Undangan sebagaimana telah diatur
didalam Pasal 7 UU No.12 Tahun 2011. Secara prinsip PERDA merupakan instrumen
hukum yang secara yuridis formal kewenangannya diberikan kepada pemerintah
daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Secara yuridis peraturan
daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama dengan pemerintah daerah, artinya
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) bisa berasal dari inisiatif kepala daerah
(Gubernur/Bupati/Walikota) atau inisiatif Dewan Perwakilan Daerah Tk.I atau
Tk.II.
Di
DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/Kota periode setelah Pemilu 2009 ada makhluk
yang bernama Badan Legislasi Daerah (Balegda). Badan ini merupakan perwujudan
dari amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Kehadiran badan ini
semata-mata hanya memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada institusi
pemerintah daerah seperti DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota dalam rangka mendorong
sekaligus memperkuat peran dan fungsi legislasi daerah supaya terlahir
peraturan daerah yang lebih berkualitassesuai dengan aspirasi rakyat yang
berkembang didaerah masing-masing. Daerah diberikan otonomi untuk melakukan
inisiatif membuat sebuah Perda yang sesuai dengan kebutuhannya, dengan catatan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya.
2. RUMUSAN MASALAH
Dalam
praktik penyusunan sebuah RUU atau PERDA, baik inisiatif DPR atau pemerintah,
inisiatif DPRD Tk.I/II atau Gubernur/Bupati/Walikota sering ditemukan kendala
teknis yang belum dipahami secara utuh oleh para pengambil keputusan. Alur
pembahasan RUU atau PERDA sebenarnya mudah untuk ditemukan didalam UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau dalam UU No. 17
Tahun 2014 tentang MD3, tetapi didalam praktiknya tetap saja sangat tidak mudah
untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan pemahaman dan keahlian yang bersifat
teknikal dalam menyusun sebuah RUU atau PERDA. Secara umum permasalahan yang sering
ditemukan dalam penyusunan sebuah RUU atau PERDA adalah sebagai berikut :
a. Lembaga
apa yang berwenang dalam membuat RUU atau PERDA?
b. Tahapan
apa saja yang harus dilalui dalam hal menyusun RUU atau PERDA?
c. Apa
manfaat kehadiran Prolegnas atau
Prolegda dalam menyusun RUU atau PERDA?
d. Adakah
kaitan antara badan legislasi pusat dan badan legislasi daerah ?
e. Bagaimana
teknik menyusun RUU atau PERDA?
3. TUJUAN PENULISAN
Makalah
ini dibuat dengan judul “Urgensi Kehadiran Prolegnas atau Prolegda dalam
Penyusunan sebuah RUU atau PERDA karena kehadiran Prolegnas atau Prolegda
adalah salah satu instrument penting dalam kerangka pembangunan hukum di
Indonesia, khususnya dalam hal pembentukan materi hukum. diharapkan dengan
melalui prolegnas atau prolegda agar upaya pembentukan materi hukum di
Indonesisa dapat berjalan dengan lebih terarah, terpadu, dan sistematis.
Dengan
dibuatnya tulisan ini, agar bisa mengetahui lembaga-lembaga apa yang berwenang
dalam pembuatan RUU atau perda. Tidak sampai disitu saja, diharapkan juga untuk
mengetahui tahapan-tahapan dalam hal penyusunan RUU atau PERDA, manfaat
kehadiran prolegnas atau prolegda dalam penyusunan RUU atau PERDA, hubungan
antara legislasi pusat dengan legislasi daerah karena sering sekali Badan
Legislasi DPR RI menerima kunjungan dari DPRD, serta untuk mengetahui
teknik-tekni8k dalam penyusunan RUU atau PERDA.
4. DASAR HUKUM
-
UU Nomor 12 Tahun 2011
-
UU Nomor 17 Tahun 2014
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
UU
DAN PERDA
1.1.UU
DAN PERDA
Dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan diatur bahwa “Undang-Undang
adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat
dengan persetujuan bersama Presiden”. Adapun “Peraturan
Daerah adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama kepala daerah”. Berdasarkan Pasal 5 UU
Nomor 12 Tahun 2011 bahwa,, suatu peraturan Perundang-Undangan harus dibentuk berdasarkan
asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik yang meliputi asas:
-
Kejelasan tujuan
-
Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang
tepat
-
Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan
materi muatan
-
Dapat dilaksanakan
-
Kedayagunaan dan kehasilgunaan
-
Kejelasan rumusan
-
Keterbukaan
[2]Asas
kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan UU dan Perda harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk
yang tepat adalah bahwa setiap UU dan PERDA harus dibuat oleh lembaga atau
pejabat yang tepat atau berwenang. Apabila UU dan PERDA tersebut dibuat oleh
lembaga yang tidak berwenang, maka UU dan PERDA dapat batal demi hukum. asas
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan adalah bahwa dalam
pembentukan UU dan PERDA harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang
tepat dans sesuai dengan jenis dan hierarki. Asas yang dapat dilaksanakan
adalah, bahwa setiap pembentukan UU dan PERDA harus mempertimbangkan
efektivitas jenis peraturan perundang-undangantersebut didalam masyarakat, baik
secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. Asas kedayagunaan dan
kehasilgunaan adalah bahwa setiap UU dan PERDA dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap UU dan PERDA harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,
sistematika, dan pilihan kata atau terminology, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanannya. Asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan UU dan
PERDA mulai dari perencanaa, persiapan, pnyusunan dan pembahasan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
UU dan PERDA.
Dalam
hal ini, materi muatan UU berisi hal-hal : Pengaturan lebih lanjut ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang meliputi hak-hak
asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan
kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah negara dan
pembagian daerah, kewarganegaraab dan kependudukan, serta keuangan negara.
Selain itu materi muatan UU dapat berisi perintah Undang-Undang untuk diatur
dengan Undang-Undang, pngesahan perjanjian internasional tertentu, tindak lanjut atas putusan Mahkamah
Konstitusi dan/atau, pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Materi
muatan Perda berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran
lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Materi
muatan UU dan Perda harus mengandung asas pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan;
kekeluargaan; kenusantaraan; bhinieka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain berdasarkan asas-asas
tersebut, materi muatan UU dan Perda yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan
asas lain tersebut, antara lain :
a. Dalam
hukum pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan,
asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;dan
b. Dalam
hukum perdata, misalnya dalam hukum perjanjian antara lain, asas kesepakatan,
kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
c.
1.2.KEDUDUKAN
UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN DAERAH
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang merupakan jenis peraturan
perundang-undangan yang kesusukannya berada dibawah UUD NRI Tahun 1945.
Peraturan Daerah merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang kedudukannya
dibawah UUD NRI Tahun 1945, UU, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden.
Peraturan Daerah terdiri atas, Peraturan Daerah provinsi, Peraturan Daerah
kabupaten/kota, dan Peraturan Desa/ peraturan setingkat, yang dibuat oleh Badan
Perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
UU
dan Perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang pembentukannya
melibatkan lembaga perwakilan. Itu sebabnya, kedua jenis peraturan
perundang-undangan tersebut mempunyai keistimewaan dalam hal materi muatannya.
Kedua peraturan ini memiliki keistimewaan karena dapat memuat ketentuan pidana
dalam materi muatannya. Selain itu, UU
dan Perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang perencanaanya
diwujudkan dalam bentuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program
Legislasi Daerah (Prolegda).
Undnag-Undang
dan Perda juga merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang jenis dan
kedudukannya diatur dalam UUD NRI Tahun 1945.
1.3.LEMBAGA
PEMBENTUK UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN DAERAH
Lembaga
pembentuk Undang-Undang terdiri dari: presiden, DPR, dan/atau DPD. Ketiga
lembaga ini terlibat dalam pembentukan UU mulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan/atau
penyebarluasan. Rancangan UU yang berasal dari presiden, DPR, maupun DPD
disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Lembaga
pembentuk peraturan daerah terdiri atas kepala daerah
(Gubernur,/Bupati/Walikota) dan DPRD (Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) .
berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, untuk
mendukung tugas dan wewenang lembaga MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dibentuk kelompok
dan tim ahli.
2.
PROLEGNAS
DAN PROLEGDA
2.1.PROLEGNAS
Program
legislasi Nasional atau yang biasa disebut dengan Prolegnas merupakan salah
satu instrument yang penting dalam kerangka pembangunan hukum, khususnya dalam
hal pembentukan materi hukum. [3]Prolegnas merupakan
instrument perenmcanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara
terencana, terpadu, dan sistematis.
Pasca
amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),
prolegnas semakin diperkuat dan ditegaskan keberadaannya, terutama sejak
keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Secara tegas dinyatakan didalam pasal 15 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 bahwa perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam
suatu program legislasi nasional. Yang sekarang sudah dimuat didalam Pasal 16
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Penyusunan
prolegnas dilakukan bersama DPR RI dan Pemerintah, dengan DPR sebagai
koordinatornya. Pada tahap awal penyusunan prolegnas dilakukan secara parallel
baik di pemerintah maupun di DPR RI. Penyusunan di lingkungan pemerintah
dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang dikoordinasikan oleh
Menteri Hukum dan HAk Asasi Manusia (Menkumham), sedangkan di lingkungan DPR
RI, penyusunan prolegnas dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang menangani
bidang legislasi (Baleg). Dan hasil penyusunan di lingkungan pemerintah dan DPR
kemudian dibahas bersama untuk disepakati, dan selanjutnya akan dituangkan
dalakeputusan DPR RI sebagai dokumen resmi prolegnas.
2.2.PENYUSUNAN
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
Prolegnas
sebagaimana yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan perundang-undangan merupakan bagian yang sangat penting
dari pembangunan hukum nasional. Prolegnas merupakan instrument perenmcanaan
program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan
sistematis sesuai dengan program pembangunan nasional dan perkembangan
kebutuhan masyarakat yang memuat skala prioritas Prolegnas jangka panjang,
menengah (5 tahun), dan prolegnas tahunan. Dengan adanya prolegnas, diharapkan
pembentukan undang-undang baik yang berasal dari DPR, Presiden, maupun DPRD
dapat dilaksanakan secara terencana, sistematis, terarah, terpadu, dan
menyeluruh.
Pembentukan
undang-undang melalui fungsi legislasi DPR merupakan bagian dari pembangunan
hukum, khususnya pembangunan materi hukum. manfaat dari program legislasi
nasional bagi pelaksanaan fungsi legislasi DPR adalah menjamin agar pembangunan
materi hukum dilaksanakan secara terarah, menyeluruh dan terpadu. Oleh karena
itu, penyusunan prolegnas didasarkan pada visi ddan misi pembangunan hukum
nasional. Visi dan misi pembangunan hukum nasional menjiwai materi hukum yang
akan dibentuk. Dengan demikian, prolegnas tidak hanya sebagai daftar keinginan
saja, melainkan juga daftar yang dilandasi kebutuhan serta visi pembangunan
hukum nasional.
2.2.1.
DASAR
PENYUSUNAN PROLEGNAS
Dasar
penytusunan prolegnas telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yaitu :
a. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 16
menyebutkan bahwa perencanaan undang-undang dilakukan dalam suatu prolegnas
(program legislasi nasional).
b. Undang-undang
nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
2.2.2.
DASAR
PENYUSUNAN DAFTAR RUU DALAM PROLEGNAS
Dalam
pembahasan Prolegnas, penyusunan daftar RUU didasarkan atas (Pasal 18
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan) :
a. Perintah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Perintah
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Perintah
Undang-Undang lainnya;
d. Sistem
perencanaan pembangunan nasional;
e. Rencana
pembangunan jangka panjang nasional;
f.
Rencanan pembangunan jangka menengah;
g. Rencana
kerja pemerintah dan rencana strategis DPR; dan
h. Aspirasi
dan kebutuhan masyarakat.
2.2.3.
PENYUSUNAN
PROLEGNAS
Prolegnas
pada dasarnya hasil dari rumusan atau kesepakatan bersama antar pemerintah dan
DPR. Oleh karena itu, sebelum melahirkan prolegnas, DPR dan pemerintah masing-masing
menyusun program legislasi nasional. Berdasarkan pasal 21 Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan, bahwa
penyusunan prolegnas dilingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR
yang khusus menangani bidang legislasi. Sedangkan penyusunan prolegnas di
lingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang hukum. koordinasi penyusunan antara DPR dan pemerintah
dilaksanakan DPR melalui Badan Legislasi DPR RI.
2.3.PENYUSUNAN
PROGRAM LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA)
Dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan
Perundang-Undangan, dalam pasal 32 secara tegas menyatakan perencanaan
penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda Provinsi.
Sedangkan dalam pasal 39 secara tegas menyatakan perencanaan penyusunan
peraturan daerah kabupaten/kota dilakukan dalam prolegda kabupaten/Kota.
Selain
itu, pembentukan peraturan daerah berdasarkan prolegda juga dimaksudkan agar
dalam pembentukan peraturan daerah dapat dilaksanakan secara berencana.
Dengan
demikian, maka dalam proses pembentukan peraturan daerah harus terlebih dahulu
melalui penetapan prolegda. Pada prinsipnya pembentukan perda merupakan bagian
dari pembangunan di daerah yang mencakup pembangunan sistem hukum daerah dengan
tujuan mewujudkan tujuan daerah yang bersangkutan, yang dilakukan mulai dari
perencanaan atau program secara rasional, terpadu, dan sistematis.
2.3.1.
DASAR
HUKUM PENYUSUNAN PROLEGDA
Dasar
penytusunan prolegda telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yaitu :
c. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 16
menyebutkan bahwa perencanaan undang-undang dilakukan dalam suatu prolegnas
(program legislasi nasional).
d. Undang-undang
nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
2.3.2.
DASAR
PENYUSUNAN DAFTAR RAPERDA DALAM PROLEGDA
Dalam
pembahasan Prolegnas, penyusunan daftar RUU didasarkan atas (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan Perundang-Undangan) :
a. Perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
b. Rencana
pembangunan daerah;
c. Penyelenggaraan
oronomi daerah dan tugas pembantuan; dan
d. Aspirasi
masyarakat daerah.
2.4.HUBUNGAN
ANTARA PROLEGNAS DAN PROLEGDA DALAM KACAMATA NKRI
Pembentukan
peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan
perundang-undangan yang dimulai dari tingkat
perencanaan, kemudian persiapan yang termasuk juga tekhnik penyusunan
peraturan perundang-undangan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
Program
legislasi nasional (Prolegnas) merupakan proses yang penting dalam perencanaan
penytusunan Undang-Undang. Sebab, sebagai perangkat pengaturan legal formal
dalam bernegara, undang-undang seharusnya dapat merespons kebutuhan masyarakat
yang mendesak. Terlebih lagi dalam konteks perbaikan kondisi kehidupan
berbangsa dan bernegara yang tengah dilakukan oleh Indonesia. Dalam hal ini,
prioritas penyusunan undang-undang menjadi hal yang strategis. Dari penyusunan
prioritas yang jelas, masalah dalam hal penyusunan undang-undang menjadi bisa
diatasi yaitu adanya substansi yang memadai. Tidak adanya prioritas yang jelas sejak
awsal akan membuat undang-undang yang penting justru hanya menadpatkan porsi
waktu yang sedikit sehingga kualitas substansinya menurun untuk tetap dapat
mengakomodasi aspirasi daerah.
Program
legislasi daerah sebagai landasan operasional pembangunan hukum didaerah
melalui pembentukan peraturan perundang-undangan, seharusnya dapat memproyeksi
kebutuhan hukum atau peraturan daerah, baik secar4a kualitatif maupun
kuantitatif dengan menetapkan visi dan misi, arah kebijakan, serta indicator
secara rasional. Dengan demikian, prolegda mengandung kegiatan dalam kurun
waktu lima tahun atau satu tahun anggaran yang memiliki nilai yang strategis
yang akan direalisasikan sebagai bagian dari pembangunan daerah secara
keseluruhan.
Pembangunan
hukum didaerah terkait dengan pelaksanaan Prolegda dapat disusun secara
terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh DPRD dan
pemerintah daerah (kepala daerah) serta mengikat kepada semua kepala daerah di
masing-masing daerah otonom dalam hal tata cara mempersiapkan Raperda di
lingkungannya.
Berupaya
menselaraskan produk hukum daerah dengan produk hukum nasional melalui proses
yang benar dengan memperhatkan tertib peraturan perundang-undangan serta asas
umum peraturan perundang-undangan yang baik, sejak pembahasan prolegda oleh
badan legislasi daerah untuk menentukan agenda pembahasan selanjutnya, sehingga
dapat dihasilkan perda yang berkualitas. Dalam rangka tertib administrasi dan
peningkatan kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan didaerah perlu
disusun program legislasi daerah secara terarah, terkoordinasi, dan terpadu
setiap tahunnya.
Pola
pemikiran penyusunan prolegnas ataupun prolegda diarahkan menuju kepada
pembangunan sistem hukum nasioanl yang menyeluruh, terpadu, dan tertencana.
Pembangunan sistem hukum nasional paling tidak meliputi empat aspek pokok,
yaitu pembangunan materi hukum;aparatur hukum; sarana dan prasarana hukum;
serta budaya hukum masyarakat.
Penyusunan prolegda berada pada bingkai politik pembangunan hukum
nasional. Oleh karena itu, Prolegda sebagai bagian politik pembangunan hukum
nasional tetap harus berlandaskan pada cita-cita proklamasi dan konstitusi serta
prinsip negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum.
Hukum
harus dijadikan landasan operasional dalam menjalankan sistem penyelenggaraan
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Demikian juga peraturan
daerah dapat juga dijadikan sebagai landasan operasional penyelenggaraan
pemerintah di daerah, menata kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat
di daerah.
Prinsip
umum pertimbangan dalam penyusunan prolegnas menjadi dasar pertimbangan dalam
penyususnan prolegda.penyusunan prolegda memerlukan ketelitian dan koordinasi
baik antara kepala daerah dengan DPRD maupun lingkungan internal DPRD dan di
lingkungan pemerintah.tata cara penyusunan dan pengelolaan prolegda dilihat
dari ruang lingkup meliputi semua daerah sebaiknya instrument hukumnya dalam
bentuk peraturan presiden, bukan dalam bentuk perda. Yang dapat diatur dalam
perda adalah mekanisme dan teknis penyusunan prolegda antara DPRD dan
pemerintah daerah. Dalam peraturan presiden dapat diatur lembaga mana yang
diberikan kewenangan untuk melakukan koordinasi penyusunan prolegda. Kewenangan
ini juga terkait dengan perencanaan, pelaksanaan koordinasi, dan juga budget
yang diperlukan.
3. KAITAN ANTARA LEGISLASI PUSAT DAN
DAERAH
Jika
di pusat ada badan legislasi yang menjalankan tugas dan kewenangan, maka
didaerah terdapat badan legislasi Daerah. Badan
ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
(Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah) yang merupakan alat
kelengkapan DPRD yang bersifat tetap. Dalam UU itu ditegaskan mengenai fungsi
badan legislasi daerah dalam menjalankan legislasi daerah. Legislasi daerah
dimaknai sebagai proses perencanaan program didaerah termasuk didalamnya adalah
penyusunan prolegnas dan peraturan daerah. Ketentuan mengenai tata cara
pembentukan, susunan, dan wewenang alat kelengkapan tersebut lebih lanjut
diatur dalam peraturan DPRD tentang tata tertib. Hubungan legislasi antara
pusat dan daerah dapat dilihat dari dua bagian, yaitu pertama, sinergisme
antara prolegnas dengan prolegda dan kedua, sinergisme antara undang-undang
dengan peraturan daerah.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dengan
memperhatikan perkembangan pembentukan undang-undang dewasa ini, kita
mengharapkan dinamika DPR dan presiden
terkait pembentukan undang-undang
sebagaimana diatur UUD 1945 akan menuju titik keseimbangan antara fungsi
legislasi yang dipegang DPR dengan hak presiden untuk mengajukan usul rancangan
undang-undang. UUD 1945 mengamanatkan bahwa kewenangan membentuk undang-undang
berada ditangan DPR dan terdapat hak presiden untuk terlibat dalam proses
pembentukan undang-undang. DPR dan presiden menjadi dua pihak yang menentukan
pembentukan undang-undang dan hanya dengan persetujuan bersama kedua lembaga
negara inilah, sebuah undang-undang dapat dibentuk. Titik keseimbangan tersebut
diharapkan mengacu pada pelaksanaan kewenangan DPR dan hak presiden secara sinergis
dalam sistem saling control dan mengimbangi (checks and balances) antara cabang kekuasaan negara yang dianut
konstitusi kita pasca perubahan. Dengan penerapan sistem saling control dan
mengimbangi ini diharapkan undang-undang yang disepakati DPR dan presiden akan
memenuhi harapan rakyat, berorientasi pada keadilan dan kebenaran, serta sesuai
dengan konstitusi.
DAFTAR
PUSTAKA
UU Nomor 12 Tahun 2011
UU Nomor 17 Tahun 2014
Yani, Ahmad. 2011. Pasang
Surut Kinerja Legislasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Yani, Ahmad. 2011. Pembentukan Undang-Undang dan PERDA.
Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada