Makalah LGBT dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

Makalah Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

 (Disusun untuk memenuhi tugas Hukum Keluarga Dalam Islam)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Islam dan Barat sepertinya diciptakan menjadi dua kutub berbeda yang tidak mungkin pernah bertemu. Ini karena landasan nilai-nilai keduanya sangat bertolak belakang. Apabila Barat lebih menonjolkan logika, ilmu pengetahuan ilmiah dan kebebasan, nilai-nilai Islam bersumber pada keimanan dan ketaatan pada wahyu Ilahi dan sunah Nabi.
Salah satu kontradiksi antara Islam dengan Barat yang sedang mengemuka saat ini adalah masalah kaum lesbian, gay, bisexual dan transgender. Menurut pandangan barat LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dukungan kaum liberal terhadap pelaku LGBT tidak hanya berupa wacana namun direalisasikan dengan mendirikan organisasi persatuan, forum-forum seminar dan pembentukan yayasan dana internasional. Bahkan beberapa negara telah melegalkan dan memfasilitasi perkawinan sesama jenis.
Salah satu lembaga penggalangan dana pendukung perlindungan hak asasi pelaku LGBT yaitu   yang diluncurkan pada Desember 2011 oleh menteri luar negeri AS Hillary  Rodham Clinton. Lembaga ini mencakup upaya keadilan, advokasi, perlindungan dan dialog untuk menjamin pelaku LGBT hidup bebas tanpa diskriminasi.
Di Indonesia, Sejak munculnya kasus tentang Ryan “Si Penjagal Dari Jombang”, mulai banyak orang membicarakan tentang kaum homoseksual terutama Gay. Bagi masyarakat Indonesia yang masih menganggap hal tersebut tabu dan tidak sesuai dengan budaya serta moral, hal tersebut amat bertentangan dengan nilai agama serta hukum yang berlaku di Indonesia. Selain itu, kami juga melihat bahwa mulai banyak bermunculan film-film yang mengangkat tema tentang kaum Gay.
Selain itu, kehidupan kaum homoseksual terutama kaum gay, sangat rentan terhadap berbagai masalah kesehatan. Yang terparah diantaranya dalah HIV dan AIDS. Bahkan data WHO menunjukan bahwa hampir 90% penderita HIV adalah kaum homoseksual dan 60% penderita AIDS juga berasal dari kaum homoseksual. Sungguh sangat ironis namun juga dilematis, mengingat banyak negara yang mulai terbuka dan memberi kelonggaran, bahkan member perlindungan dalam masalah pergaulan sejenis ini.
Sementara itu, Islam menghendaki pernikahan antar lawan jenis, laki-laki dengan perempuan, tidak semata untuk memenuhi hasrat biologis namun sebagai ikatan suci untuk menciptakan ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan mengembangkan keturunan umat manusia yang bemartabat. Perkawinan sesama jenis tidak akan pernah menghasilkan keturunan dan mengancam kepunahan generasi manusia. Perkawinan sesama jenis semata-mata untuk menyalurkan kepuasan nafsu hewan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut lagi mengenai “Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia”.

1.2. RUMUSAN MAKALAH
Adapun Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.       Bagaimana sejarah dan pengertian dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender ( LGBT)?
2.       Apa saja faktor yang menyebababkan adanya Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) ?
3.       Bagaimana pandangan mengenai Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender  (LGBT) dalam kacamata hukum di Indonesia?
4.       Bagaimana pandnagan mengenai Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender LGBT) dalam kacamata hukum Islam?

1.3. TUJUAN PENULISAN
Makalah yang berjudul LGBT dalam bingkai hukum di Indonesia ini bertujuan untuk memahami makna dari LGBT itu sendiri. Karena pada dasarnya di Indonesia, para kaum LGBT ini menuntut pemerintah Indonesia untuk melegalkan tindakan yang dapat menghancurkan moral bangsa. Selain itu, makalah ini juga mendskripsikan beberapa faktor adanya LGBT, dimana faktor-faktor ini dapat membantu dalam hal menanggulangi para golongan LGBT yang semakin hari semakin menunjukan tindakannya sebagai gay ataupun lesbi. Oleh karena itu, jika kita menjabarkan  faktor-faktor  adanya LGBT ini kita dapat memahami solusi untuk para LGBT yang menginginkan perubahan menjadi manusia yang normal. Serta, kita dapat melihat LGBT dari sudut pandang hukum islam maupun ketentuan perundang-undangan yang berlau di Indonesia.
BAB II
      PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN  “Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT)
LGBT adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Bisex, and Transgender. Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan, Gay adalah sebuah istilah bagi laki-laki yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual, Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita sekaligus, dan Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelaminnya yang ditentukan, atau kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan. Transgender bukan merupakan orientasi seksual.
Istilah-istilah tersebut digunakan pada tahun 1990 untuk menggantikan frasa "komunitas gay", karena istilah tersebut sudah mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.  Istilah terdekat, "gender ketiga", telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui. Istilah pertama yang banyak digunakan, "homoseksual", dikatakan mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh "homofil" pada era 1950-an dan 1960-an, dan lalu gay pada tahun 1970-an. Frase "gay dan lesbian" menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk. Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas. Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antar laki-laki dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay. Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay.
Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar. Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan pandangan; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan transgender. Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka. Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini. Akronim LGBT kadang-kadang digunakan di Amerika Serikat dimulai dari sekitar tahun 1988. Baru pada tahun 1990-an istilah ini banyak digunakan. Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi mengenai penerimaan universal atau kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan transgender kadang-kadang dipinggirkan oleh komunitas LGBT), istilah ini dipandang positif. Walaupun singkatan LGBT tidak meliputi komunitas yang lebih kecil. Akronim ini secara umum dianggap mewakili kaum yang tidak disebutkan. Secara keseluruhan, penggunaan istilah LGBT telah membantu mengantarkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas umum.
2.2. FAKTOR PENYEBAB ADANYA LGBT
Ada banyak faktor yang menyebabkan seorang pria menjadi gay atau penyuka sesama jenis dan seorang wanita menjadi lesbi, terdapatnya seseorang yang memiliki sifat biseksual serta perempuan yang ingin merubah dirinya menjadi laki-laki begitupun sebaliknya. Menurut psikolog Elly Risman Musa, faktor pemicu itu di antaranya adalah ia berada di lingkungan di mana homoseksual, lesbian, biseksual maupun transgender dianggap sesuatu yang biasa atau umum. Karena tidak ada nilai-nilai moral atau agama yang membekali pengetahuannya sehingga ia memiliki wawasan yang tidak lurus mengenai hubungan antara pria dan perempuan.
Seseorang dapat tumbuh menjadi seorang gay atau lesbi karena pengalaman buruk dengan pengasuhan keluarga seperti memiliki ibu yang dominan sehingga anak tidak memperoleh gambaran seorang tokoh laki-laki, atau sebaliknya. Faktor lain yang mungkin membuat seseorang keluar dari fitrahnya adalah pengalaman seks dini, yang disebabkan karena menyaksikan gambar-gambar porno dari televisi, DVD, Internet, komik ataupun media lain di sekitarnya.
LGBT dapat juga merupakan sebuat penyakit akibat faktor kelainan otak dan genetik maupun karena faktor psikologi.
Beberapa faktor yang menjadi mereka eksis adalah karena kecenderungan akan semakin buruk jika ia bergabung dengan orang-orang dewasa yang homoseksual ataupun lesbian. Ia tidak memiliki daya tahan imunitas dalam diri yang berasal dari penghayatan agama dan pengaplikasiannya, dan berada pada situasi yang membuatnya dipaksa oleh orang lain untuk melakukan perbuatan yang sangat dilarang oleh agama itu. Eksistensi mereka terus dibangun  dengan alasan hak asasi  manusia tanpa diskriminasi, mereke melegalkan hubungan bahkan perkawinanya sehingga melahirkan sebuah identitas komunitas masyarakat baru.
Menurut pandangan barat LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dukungan kaum liberal terhadap pelaku LGBT tidak hanya berupa wacana namun direalisasikan dengan mendirikan organisasi persatuan, forum-forum seminar dan pembentukan yayasan dana internasional. Bahkan beberapa negara telah melegalkan dan memfasilitasi perkawinan sesama jenis. Salah satu lembaga penggalangan dana pendukung perlindungan hak asasi pelaku LGBT yaitu Global Equality Fund yang diluncurkan pada Desember 2011 oleh menteri luar negeri AS Hillary Rodham Clinton. Lembaga ini mencakup upaya keadilan, advokasi, perlindungan dan dialog untuk menjamin pelaku LGBT hidup bebas tanpa diskriminasi.
Pemikiran Barat dan Islam  sepertinya diciptakan menjadi dua kutub berbeda yang tidak mungkin pernah bertemu. Ini karena landasan nilai-nilai keduanya sangat bertolak belakang. Apabila Barat lebih menonjolkan logika, ilmu pengetahuan ilmiah dan kebebasan, nilai-nilai Islam bersumber pada keimanan dan ketaatan pada wahyu Ilahi dan sunah Nabi.

2.3. LGBT DALAM KACAMATA HUKUM DI INDONESIA
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) kini semakin marak diperbincangkan, baik di Indonesia Satu hal yang menjadi pertanyaan ialah “Bagaimana perspektif hukum di Indonesia dan hukum islam khususnya Islam sebagai agama mayoritas di negara Indonesia dalam menyikapi kaum dengan ciri khas bendera pelangi tersebut? Apakah LGBT ini dibenarkan di Indonesia? Islam dan Barat sepertinya diciptakan menjadi dua kutub berbeda yang tidak mungkin pernah bertemu. Ini karena landasan nilai-nilai keduanya sangat bertolak belakang. Apabila Barat lebih menonjolkan logika, ilmu pengetahuan ilmiah dan kebebasan, nilai-nilai Islam bersumber pada keimanan dan ketaatan pada wahyu Ilahi dan sunah Nabi.
Banyak sekali  pro dan kontra mengenai golongan LGBT. Tak jarang, mereka yang menginginkan agar LGBT dilegalkan di Indonesia menjadikan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai tameng utama. Kebebasan untuk  berekspresi merupakan salah satu hak fundamental yang diakui dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi HAM. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara kesatuan Republik Indonesia tahun 1945  sebagai salah satu negara hukum, jaminan mengenai kebebasan berekspresi diatur dalam UUD 1945 Amandemen II yaitu dalam Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.
Selanjutnya dalam ayat (3) diyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Selain itu UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur mengenai kebebasan berekpresi tersebut, dalam Pasal 22 ayat (3) UU tersebut menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebar luaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronikdengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.
Memang benar bahwa setiap manusia mempunyai kebebasannya masing – masing, namun jika ditelaah lebih dalam sudah jelas dikatakan bahwa kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batasan – batasan yang harus dipenuhi pula seperti; apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan umum, hingga keutuhan bangsa? Pada kenyataanya, dengan banyaknya desas – desus yang memperbincangkan mengenai status kaum bendera pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan bahwasanya masyarakat Indonesia merasa keamanan dan ketertiban mereka terancam. Bahkan, dengan hanya satu kata: “LGBT” dapat menimbulkan benih – benih keretakan keutuhan bangsa ini.
Sebagaimana menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada amandemen yang II sudah secara tegas memasukkan hak atas rasa aman ini di dalam pasal 28A-28I. Juga diatur dalam Pasal 30 UURI No. 39 Tahun 2009 tentang HAM yang berbunyi:  “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”.  dan Pasal  35 bahwa “Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan tentram yang menghormati, melindungi dan melaksakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.
Indonesia pun sebagai negara yang berdaulat dan memiliki hukumnya sendiri sudah jelas tertera dalam pasal 1 Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan bahwa“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa”.
Perkawinan bertujuan salah satunya untuk melestarikan umat manusia. Sangat kontras bila dibandingkan dengan kaum LGBT yang merupakan penyuka sesama jenis. Apabila dilegalkan, LGBT tentu akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah di  Indonesia. Mulai dari menurunnya angka kelahiran karena sudah pasti sesama jenis tak bisa bisa menghasilkan keturunan, hingga masalah lainnya seperti yang sudah disinggung diatas (keresahan masyarakat yang merasa keamanan hidupnya terusik, hingga retaknya keutuhan bangsa yang terpecah belah menjadi golongan pro dan kontra LGBT).
Menimbang dari berbagai pernyataan yang ada, dapat disimpulkan bahwa tidak dibenarkan apabila kaum LGBT menjadi legal di Indonesia. Mengingat kembali Indonesia merupakan negara hukum dengan masyarakat yang menghargai tradisi dan agamanya masing – masing. Tidakkah (apabila) golongan LGBT yang keberadaannya semakin terang-terangan di Indonesia akan membuat masyarakat normal merasa tak aman dan mengganggu kenyamanan? Sungguh sangat salah jika menggunakan tameng HAM untuk melegalkan tindakan kelompok LGBT apalagi sampai telah membawa kasus ini ke forum internasional melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendapat dukungan dana besar dari negara Barat yang menginginkan Indonesia menganut pelegalan LGBT sebagaimana yang telah dilegalkan di berbagai negara Barat.
Jika kelompok LGBT tetap ingin mempertahankan pilihannya tanpa ada keinginan untuk memperbaiki keadaannya menjadi manusia normal seutuhnya, mengapa harus berusaha menginginkan LGBT menjadi kebutuhan sosial? Sedangkan masyarakat Indonesia sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan hukum, perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
2.4. LGBT dalam kacamata Hukum Islam
Dalam agama Islam pun sudah terang Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa melarang keras hamba-Nya agar tidak masuk ke dalam golongan orang – orang yang menyukai sesama jenis seperti lesbi maupun gay, biseksual, dan transgender. Al – Qur’an sebagai sumber ajaran agama Islam yang merupakan representasi kalimat – kalimat Allah SWT. di dalamnya terdapat berbagai pelajaran mulai dari cerita masa lampau hingga ramalan masa kini. Para pihak yang kontra merasa bahwa dengan adanya kaum LGBT yang tak lazim tumbuh di tengah masyarakat Indonesia dengan adat dan agamanya yang kental, sehingga kenyamanan mereka untuk bersosialisasi dengan bebas pun terenggut. Masyarakat satu sama lain bersikap lebih waspada dan mencurigai terhadap kehadiran kaum LGBT. Seolah-olah masyarakat suatu negara terbagi menjadi 2 golongan, kaum LGBT dan non-LGBT. Dalam agama Islam pun sudah terang Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa melarang keras hamba-Nya agar tidak masuk ke dalam golongan orang – orang yang menyukai sesama jenis seperti lesbi maupun gay, biseksual, dan transgender. Al – Qur’an sebagai sumber ajaran agama Islam yang merupakan representasi kalimat – kalimat Allah SWT. di dalamnya terdapat berbagai pelajaran mulai dari cerita masa lampau hingga ramalan masa kini.
Salah satunya ialah kisah pada zaman Nabi Luth ‘alaihissalam, kaumnya yang terkenal sebagai penyuka sesama jenis dilaknat oleh Allah SWT. dengan adzab yang amat pedih. Merupakan suatu pertanda bahwa Allah SWT. tidaklah menyukai perbuatan tersebut. Dalam masalah penetapan hukum, sudah tentu ada yang mendukung dan ada yang menolak. Bahkan dalam upaya menetapkan hukum Allah sebagai hukum positif, mungkin lebih banyak yang tidak mendukung daripada yang mendukung. Akan tetapi, peringatan Allah mengharuskan decision maker (pembuat keputusan) agar mendahulukan kehendak Tuhan daripada selera manusia yang tak ada ujungnya.
Indonesia pun sebagai negara yang berdaulat dan memiliki hukumnya sendiri sudah jelas tertera dalam pasal 1 Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan bahwa“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa”.
Perkawinan bertujuan salah satunya untuk melestarikan umat manusia. Sangat kontras bila dibandingkan dengan kaum LGBT yang merupakan penyuka sesama jenis. Apabila dilegalkan, LGBT tentu akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah di  Indonesia. Mulai dari menurunnya angka kelahiran karena sudah pasti sesama jenis tak bisa bisa menghasilkan keturunan, hingga masalah lainnya seperti yang sudah disinggung diatas (keresahan masyarakat yang merasa keamanan hidupnya terusik, hingga retaknya keutuhan bangsa yang terpecah belah menjadi golongan pro dan kontra LGBT).
Selain itu, dalam UU Perkawinan Indonesia memperhatikan pula dasar agama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Menjadi salah satu alasan memperkuat pandangan hukum Islam mengenai LGBT yang dilarang Allah SWT.










BAB III
           PENUTUP
3.1.  SIMPULAN
Dari penulisan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa, tidak dibenarkan apabila kaum LGBT menjadi legal di negara Indonesia mengingat kembali Indonesia adalah negara hukum dengan masyarakat yang menghargai agamanya masing-masing. Dengan maraknya golongan LGBT yang sudah terang-terangan di Indonesia membuat golongan masyarakat normal merasa tidak nyaman dengan keberadaan LGBT itu sendiri. Jika para kaum LGBT ini masih terus memaksa agar pemerintah di Indonesia melegalkan tindakan LGBT dengan menggunakan alasan Hak Asasi Manusia, seharusnya para kaum LGBT ini sadar akan tindakannya yang melanggar aturan-aturan hukum di Indonesia. 

3.2.  SARAN
Beberapa saran dapat dilakukan berdasarkan faktor penyebab munculnya LGBT. Penanganan terhadap mereka dibedakan dari faktor penyebabnya antara lain faktor genetik, psikologis maupun kultural.
Dengan memahami faktor-faktor tersebut, maka diharapkan dapat dirumuskan solusi yang tepat untuk seseorang yang mengidap penyakit LGBT tersebut. Secara umum, solusi untuk penyembuhan penyakit LGBT ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu solusi internal dan solusi eksternal. Solusi internal misalnya perlu adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta kesungguhan melakukan perubahan. Sedangkan solusi eksternal dapat berupa dukungan keluarga dan orang-orang dekat, serta membebaskan diri dari lingkungan LGBT.

1 komentar:

Blog Archive

Powered by Blogger.