CULTURAL DEVIANCE THEORIES
(TEORI-TEORI PENYIMPANGAN BUDAYA)
Pada
sisi lain, Cultural daviance theories memandang kejahatan sebagai seperangkat
nilai-nilai yang khas pada “lower class” (kelas bawah. Yang bisa menentukan
tingkah laku di daerah-daerah kumuh (slum areas) menyebabkan benturan dengan
hukum-hukum masyarakat.
Terdapat
persamaan antara Strain maupun cultural deviance theories yang menempatkan
kejahatan pada ketidaknberuntungan posisi orang-orang di strata bawah dalam
suatu masyarakat yang berbasiskan kelas. Ada tiga teori dari cultural deviance
theories :
1.
Social disintegration
Teori ini memfokuskan diri pada
perkembangan area-area yang angka kejahatannya tinggi yang berkaitan dengan
disintegrasi nilai-nilai konvensional yang disebabkan oleh industrialisasi yang
cepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi.
2.
Differential association
Teori ini memegang pendapat bahwa orang
yang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai-nilai dan
sikap-sikap antisocial serta pola tingkah laku criminal.
3.
Cultural conflict
Teori ini menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang
berlainan belajar conducts norm (aturan yang mengatur tingkah laku) yang
berbeda, dan bahwa conduct norms dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan
aturan-aturan konvensional kelas menengah.
Artinya
ketiga teori diatas sepakat bahwa penjahat dan delinquent pada kenyataannya
menyesuaikan diri dan bukan pada nilai konvensional melainkan pada norma-norma
yang menyimpang dari nilai-nilai kelompok kelas menengah. Dengan demikian,
deviance dapat diterapkan baik pada
perbuatan non-kriminal yang dipandanmg oleh kelompok itu sebagai aneh atau
tidak biasa (misalnya gaya hidup masyarakat Amish di Amerika Serikat) maupun
perbuatan criminal (Perbuatan yang oleh masyarakat dilarang). Jadi,
penyimpangan itu tidak selalu berarti jahat atau buruk, hanya dianggap berbeda.
Menurut
teori-teori cultural deviance sendiri, masyarakat Indonesia terdiri atas
kelompok dan sub kelompok yang berbeda-beda, masing-masing dengan standar
ukuran benar salahnya sendiri. Tingkah laku yang dianggap normal di satu
masyarakat mungkin dianggap menyimpang oleh kelompok lain. Akibatnya
orang-orang yang menyesuaikan diri dengan standar budaya yang dipandang
menyimpang sebenarnya telah berlaku sesuaidengan norma mereka sendiri, tetapi
dengan melakukan hal tersebut mungkin ia telah melakukan kejahatan (yaitu
norma-norma dari kelompok dominan)
1.
Social disorganization theory
Para sarjana yang berhubungan dengan
Universitas Chicago (Mazhab Chicago) tertarik dengan lingkungan yang
disorganized secara sosial dimana nilai-nilai dan tradisi criminal menggantikan
nilai-nilai dan tradisi konvensional dan ditransmisikan (diteruskan) dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Mereka mengkaji lingkungan-lingkungan itu
beserta orang-orang yang tinggal didalamnya.
2.
W. I. Thomas dan Florian Znaniecki
Thomas dan Znaniecki dalam bukunya The
Polish Peasent in Europe and America menggambarkan pengalaman yang sulit yang
dialami petani-petani Polandia (Polish)
ketika mereka meninggalkan dunia lamina
yaitu didaerah pedesaan (rural) untuk hidup di satu kota industry di dunia baru.
Kedua sarjana itu membandingkan kondisi para imigran yang tinggal di Polandia
dengan mereka yang berada di Chicago. Mereka juga menyelidiki asimilasi dari
para imigran. Para imigran yang lebih tua tidak begitu terpengaruh dari
perpindahan itu. Tetapi generasi kedua tidak tumbuh didaerah pertanian di
Polandia. Mereka lebih memilih tinggal di kota, yaitu di Amerika. Pada saat
seperti ini, angka kejahatan dan delinquency meningkat. Thomas dengam
Zananiecki mengaitkan dengan social disorganization yaitu “the breakdown o
effective social bonds family and neighbourhood association and social control
in neighbourhood and communities”.
3.
Robert Park and Ernest Burges (Natural
Urban Areas)
Park and Burgess mengembangkan lebih
lanjut studi tentang social disintegration dari Thomas dan Zaneniecki dengan
mengintrodusir analisa ekologis dari masyarakat manusia. dalam studinya tersebut tentang disorganisasi
sosial, Park dan Burgess meneliti karakteristik daerah. Mereka mengembangkan
pemikiran tentang natural urban areas yang terdiri dari beberapa zona, dan
setiasp zona memiliki struktur dan organisasi
sendiri, karakteristik budaya serta penghuni yang unik.
4.
Clifford Shaw dan Henry McKay (Cultural
Transmition)
Clifford dan McKay tertarik dengan model
yang dikembangkan oleh Burgess yang mendemonstrasikan bagaimana penduduk tersebar
diruang-ruang yang berbeda dalam proses pertumbuhan kota. Dan akhirnya Shaw dan
McKay mendapati bahwa anak laki-laki yang lebih tua berhubungan dengan anak
laki-laki yang lebih muda pada beberapa pelanggaran dan bahwa teknik-teknik
melakukan delinquency itu telah berjalan sepanjang bertahun-tahun. Bukti-bukti
dengan jelas menunjukan kepada mereka bahwa: “delinquency was socially learned
behaviourm, transmitted from one generation to the next in disorganized urban
areas.” Inilah yang kemudian dianggap sebagai cultural transmition.
5.
Kritik Terhadap Teori Disorganisasi Sosial
a.
Terlalu bergantung pada data resi yang
sangat mungkin mencerminkan ketidaksukaan polisi pada lingkungan kumuh.
b.
Terlalu terfokus pada bagaimana bagaimana
pola-pola kejahatan ditransmisikan, bukan pada bagaimana is dimulai pertama
kali.
c.
Tidak dapat menjelaskan mengapa
delinquency berhenti dan tidak menjadi kejahatan begitu merreka beranjak besar.
d.
Mengapa banyak orang di area yang
“socially disorganized” tidak melakukan perbuatan jahat.
e.
Tidak menerangkan delinquency di kalangan
kelas menengah.
6.
Differential Social Organization
Edwin H. Sutherland menolak penjelasan kejahatan yang
individualistic. Teori NeoLombrosian bahwa kejahatan merupakan ekspresi
psikopatologi tidak lebih benar daripada teori Lombroso bahwa penjahat terdiri
atas orang-orang yang secara fisik berbeda. Sutherland mengganti konsep social
disorganized (dari Shaw McKay) dengan konsepnya tentang differential social
organization. Istilah ini kurang bermuatan nilai dan dapat memotret lebih
akurat sifat dari area-area criminal. Jadi Sutherland berpendapat bahwa
kelompok-kelompok sosial tertata secara berbeda: beberapa terorganisasi dalam
mendukung aktivitas criminal, yang lain terorganisasi melawan criminal.
mantap
ReplyDeletethanks
ReplyDelete