Contoh Surat Permohonan Praperadilan Tindak Pidana



Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN


Kepada Yth.,
Ketua Pengadilan Negeri Palembang
Jl. Kapas No. 119 Palembang
Palembang




Dengan hormat,
Perkenankan kami, Marsela  S.H, ROBY S.H, Rinaldy S.H. Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Marsela, S.H. & Partners, beralamat di Jl. Pramuka III No.22 Palembang, Telp. 0711-421113, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 12 September 2016 (terlampir) bertindak untuk dan atas nama RudyUmur 45 Tahun, Pekerjaan Wiraswasta, bertempat tinggal  di Jl. Pangeran Danal No. 14, Palembang, untuk selanjutnya disebut --------------------------------------------------------------------PEMOHON;

PEMOHON dengan ini mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM atas diri PEMOHON di wilayah hukum Pengadilan Negeri Palembang oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, jalan Sudirman No. 1, Palembang, untuk selanjutnya disebut ----------------------------------------------------------------------------------------------------------TERMOHON;
Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukanPERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:
I.                   FAKTA-FAKTA HUKUM
1.    Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut:

        Pasal 77 KUHAP:
            Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur didalam Undang-Undang ini tentang :
a.                   Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
b.                  Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.


Pasal 79 KUHAP:
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkpana digunakan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya

2.         Bahwa pada hari Selasa tanggal 6 september 2016 sekitar Jam 10.00 WIB, pada saat menuju ke sebuah apotik yang beralamat di jakan sehat sentosa nomor 15 Palembang Rudy ditelpon oleh istrinya, dan istrinya meminta Rudy untuk pulang kerumah.
3.         Bahwa setelah sampai di rumah, Pemohon tiba-tiba didatangi oleh 4 orang Polisi berpakaian preman dengan menggunakan mobil patroli. Pemohon langsung ditangkap dan dibawa kedalam mobil patroli.
4.         Bahwa dalam keadaan ke-dua mata tertutup dan ke-dua tangan diborgol, TERMOHON membawa PEMOHON  ke POLDA Sumatera Selatan.
5.         Bahwa selama diperjalanan menuju POLDA Sumatera Selatan, di dalam Mobil patrol tersebut TERMOHON melakukan pemukulan-pemukulan terhadap PEMOHON sebanyak 15 kali;
6.         Bahwa setelah sampai di POLDA Sumatera Selatan,TERMOHON kemudian menyeret PEMOHON, menginjak-injak jari kaki PEMOHON dengan menggunakan sepatu PDH milik TERMOHON.
7.         Bahwa akibat perbuatan TERMOHON yang menutup kedua mata menggunakan Lakban hitam kemudian memukul, menyeret, menginjak-injak jari kaki PEMOHON. Hal mana sesuai dengan hasil Visum et Repertum dari Rumah Sakit Bhayangkara;
8.         Bahwa semua rangkaian perbuatan TERMOHON tersebut dilakukan dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON-lah yang telah melakukan Tindak Pidana Penggelapan dan Penipuan kepada Bastari pada 15 Mei 2015;
9.         Bahwa mengenai kronologis terjadinya Tindak Pidana Pencurian tersebut sampai dengan peristiwa Penangkapan PEMOHON oleh TERMOHON akan diuraikan sebagai berikut:

-          Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015 sekitar Pukul 10.30 WIB di rumah PEMOHON, Bastari mendatangi rumah PEMOHON dengan maksud untuk membeli rumah PEMOHON yang didapatkan dari warisan orang tua Rudy.
-          Bahwa Bastari datang kerumah PEMOHON bersama istrinya dan membawa uang sebesar Rp. 150.000.000,- (Seratus lima puluh juta rupiah) sebagai uang panjar;
-          Bahwa harga rumah tersebut adalah Rp. 750.000.000 (Tujuh Ratus Lima Pulu Juta Rupiah);
-          Bahwa PEMOHON karena mempercayai Bastari memberikan sertipikat rumah tersebut kepada Bastari;
-          Bahwa setelah dua bulan kemudian PEMOHON terus menagih Uang sisa yang telah dijanjikan oleh Bastari, namun Bastari menolaknya dan meminta PEMOHON untuk mengembalikan uang Bastari tersebut.
-          Bahwa PEMOHON tidak dapat mengembalikan uang tersebut dan Bastari juga berkeberatan untuk mengembalikan uang tersebut kepada PEMOHON. Kemudian karena hal tersebut Bastari melaporkan TERMOHON ke POLDA Sumatera Selatan dengan tuduhan melakukan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan.
-          Bahwa terkait dengan peristiwa tersebut, melalui telepon, seseorang meminta kepada PEMOHON agar menghadap ke POLDA Sumatera Selatan. Kemudian oleh PEMOHON diketahui bahwa orang tersebut adalah Kepala Unit Reserse Kriminal POLDA Sumatera Selatan bernama Pak Dasman;
-          Bahwa karena merasa tidak bersalah dan tidak ada niat untuk melakukan tindak pidana  tersebut, maka pada tanggal 12 Agustus 2016 sekitar pukul  01.00 WIB, PEMOHON menghadap ke POLDA Sumatera Selatan dan bertemu Kepala Unit Reserse Kriminal POLDA Sumatera Selatan;
-          Bahwa di POLDA Sumatera Selatan, terhadap PEMOHON  dilakukan pemeriksaan;
II.                ANALISA YURIDIS
1.         Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON adalah sangat tidak prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON dan juga (maaf) sangat biadab! Karena fakta kejadian adalahPEMOHON di tangkap oleh TERMOHON tanpa menunjukkan surat tugas, surat perintah penangkapan serta tidak memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga, dan kemudian PEMOHON disiksa dengan cara menutup mata PEMOHON menggunakan lakban hitam, memukul, menyeret, dan menginjak jari kaki PEMOHON.
2.         Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1) KUHAP:

“…(1)        Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa…”

Pasal 18 ayat (3) KUHAP:

“…(3)        Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan...”

3.         Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut juga telah melanggar Ketentuan Pasal 70 ayat (2), Pasal 72, Pasal 75 huruf a dan huruf c PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut:

Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
     
“…Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang…”

Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009:

“…Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

a.    tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar;

b.    tersangka diperkirakan akan melarikan diri;

c.     tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;

d.    tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;

e.    tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan…”

Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009:

            “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

a.memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut…”

Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:

“…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

c.   menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan…”

4.            Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara membawa PEMOHON ke suatu tempat bernama JEC, kemudian menutup mata PEMOHON menggunakan lakban, menendang, memukul, menyeret PEMOHON, karena itu tindakan TERMOHONtersebut telah melanggar dan bertentangan dengan jiwa dan semangat KUHAP yang melindungi dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagaimana terlihat jelas dalam Konsiderans KUHAP huruf a dan huruf c sebagai berikut:

            Konsiderans KUHAP huruf a:

“…a.         bahwa negara Republik Indonesia adalahnegara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya…”

Konsiderans KUHAP huruf c:

“…c.         bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945…”

5.            Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara membawa PEMOHON ke suatu tempat bernama JEC, kemudian menutup mata PEMOHON menggunakan lakban hitam, memukul, menyeret, dan menginajk jari kaki PEMOHON, karena itu tindakan TERMOHONtersebut telah melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON sebagaimana dilindungi dan dijamin keberadaannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G dan Pasal 28I ayat (1) sebagai berikut:

Pasal 28D ayat (1) UUD 1945:

“…Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum…”

Pasal 28G UUD 1945:

“…(1)        Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain…”

Pasal 28I ayat (1) UUD 1945:

“…Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun…”

6.            Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara menutup mata PEMOHON menggunakan lakban hitam, memukul, menyeret, dan menginajk jari kaki, PEMOHON, karena itu tindakan TERMOHONtersebut juga telah melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai berikut:

Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

“…Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum…”

Pasal 4 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

“…Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun…”

            Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

“…Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum…”

Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

 “…Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan…”
7.     Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara menutup mata PEMOHON menggunakan lakban hitam, memukul, menyeret, dan menginajk jari kaki, PEMOHON,  karena itu tindakan TERMOHONtersebut juga telah melanggar ketentuan KetentuanPasal 75 huruf d, Pasal 76 ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat 2 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut:

Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009:

“…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan…”

Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009:

 “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…”

Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:

 “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka…”

Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:           
“…Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan…”


III.       PENANGKAPAN TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP

1.                  BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKANPEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;
2.                  Bahwa TERMOHON dalam melakukan penangkapan terhadap PEMOHON telah tidak menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan tidak melakukan pemanggilan terhadap PEMOHON untuk dimintai keterangan, padahal ketentuan Pasal 112 KUHAP mengatur sebagai berikut:

Pasal 112 KUHAP:

“…(1)        Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;

(2)  Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya…”

Dan Pasal 113 KUHAP mengatur sebagai berikut:

“…Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya…”;

3.                  Bahwa ternyata TERMOHON tidak melakukan pemanggilan melalui pemberitahuan secara sah dan resmi kepada PEMOHON, demikian pulapenangkapan yang dilakukan terhadap PEMOHON tanpa adanya suatu surat resmi;
4.                  Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan KUHAP, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum, padahal TERMOHONsebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum. Hal ini sesuai dengan, antara lain, perintah Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:

“…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“

Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sebagai berikut:

“…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia…”;

5.                  Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan olehTERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya menolak PERMOHONAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PENYIKSAAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON;


IV.       PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI PEMOHON

1.                  BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;
2.                  Bahwa tindakan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadapPEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;
3.                  Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut:

Pasal 9 ayat (1):

“…Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…”

Pasal 9 ayat (2):
                               
“…Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah)…”

Merujuk pada pasal tersebut di atas di mana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

4.                  Bahwa di samping kerugian Materiil, PEMOHONjuga menderita kerugian Immateriil berupa:
Bahwa PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM   oleh TERMOHON terhadapPEMOHON telah menimbulkan trauma hidup, stress, ketakutan serta penderitaan bathin, di mana jika dinilai dalam bentuk uang adalah sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah);.


Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Bangil agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut:

a.                   Memerintahkan agar TERMOHON dihadirkan sebagai pesakitan dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;
b.                  Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghadirkan PEMOHON Prinsipal atas nama Keluarga Rudy  dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;

Selanjutnya mohon Putusan sebagai berikut:

1.                  Menerima Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
2.                  Menyatakan tindakan penangkapan atas diri PEMOHON Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan KUHAP;
3.                  Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan/ membebaskan PEMOHON atas nama Keluaga Rudy dari Rumah Tahanan Negara Kepolisian Daerah Sumatera Selatan;
4.                  Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp. 3.000.000, (tiga juta rupiah) dan Kerugian Immateriil sebesar Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah), sehingga total kerugian seluruhnya sebesar Rp.303.000.000,-(tiga ratus tiga juta rupiah) secara tunai dan sekaligus kepada PEMOHON;
5.                  Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.

ATAU,

Jika Pengadilan Negeri Yogyakarta berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).


Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon,




Blog Archive

Powered by Blogger.