BANDINGKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006
No.
|
BAB
|
TENTANG
|
PASAL
|
KET
|
1.
|
BAB I
|
-
KETENTUAN UMUM
-
KEDUDUKAN
-
TEMPAT KEDUDUKAN
|
PASAL 1
PASAL 2
PASAL 3
PASAL 3A
PASAL 4
PASAL 5
|
TETAP
DIUBAH
TETAP
DITAMBAH
DIUBAH
DIUBAH
|
2.
|
BAB II
|
-
SUSUNAN
PENGADILAN
|
PASAL 6
PASAL 7
PASAL 8
PASAL 9
PASAL 10
PASAL 11
PASAL 12
PASAL 13
PASAL 14
PASAL 15
PASAL 16
PASAL 17
PASAL 18
PASAL 19
PASAL 20
PASAL 21
PASAL 22
PASAL 23
PASAL 24
PASAL 25
PASAL 26
PASAL 27
PASAL 28
PASAL 29
PASAL 30
PASAL 31
PASAL 32
PASAL 33
PASAL 34
PASAL 35
PASAL 36
PASAL 37
PASAL 38
PASAL 39
PASAL 40
PASAL 41
PASAL 42
PASAL 43
PASAL 44
PASAL 45
PASAL 46
PASAL 47
PASAL 48
|
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
TETAP
TETAP
TETAP
DIUBAH
TETAP
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
TETAP
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
DIUBAH
TETAP
DIUBAH
DIUBAH
DIHAPUS
DIUBAH
DIUBAH
|
3.
|
BAB III
|
-
KEKUASAANPENGADILAN
|
PASAL 49
PASAL 50
PASAL 51
PASAL 52
PASAL 52A
PASAL 53
|
DIUBAH
DIUBAH
TETAP
TETAP
DITAMBAH
TETAP
|
4.
|
BAB VI
|
-
HUKUM ACARA
|
PASAL 54
PASAL 55
PASAL 56
PASAL 57
PASAL 58
PASAL 59
PASAL 60
PASAL 61
PASAL 62
PASAL 63
PASAL 64
PASAL 65
PASAL 66
PASAL 67
PASAL 68
PASAL 69
PASAL 70
PASAL 71
PASAL 72
PASAL 73
PASAL 74
PASAL 75
PASAL 76
PASAL 77
PASAL 78
PASAL 79
PASAL 80
PASAL 81
PASAL 82
PASAL 83
PASAL 84
PASAL 85
PASAL 86
PASAL 87
PASAL 88
PASAL 89
PASAL 90
PASAL 91
|
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
DIUBAH
TETAP
|
5.
|
BAB V
|
-
KETENTUAN-KETENTUAN
LAIN
|
PASAL 92
PASAL 93
PASAL 94
PASAL 95
PASAL 96
PASAL 97
PASAL 98
PASAL 99
PASAL 100
PASAL 101
PASAL 102
PASAL 103
PASAL 104
PASAL 105
|
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
TETAP
DIUBAH
|
6.
|
BAB VI
|
-
KETENTUAN
PERALIHAN
|
PASAL 106
PASAL 106A
|
TETAP
DITAMBAH
|
7.
|
BAB VII
|
-
KETENTUAN
PENUTUP
|
PASAL 107
PASAL 108
|
TETAP
TETAP
|
Jadi, didalam perbandingan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
terdapat 69 pasal yang tidak dirubah
(tetap), 38 pasal yang diubah, 3 pasal yang ditambah, dan 1 pasal yang
dihapuskan.
Pasal-pasal yang diubah adalah sebagai berikut :
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 2
Peradilan
Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
(adapun
yang dimaksud dengan “perkara” disini didalam UU Nomor 7 Tahun 1989 adalah
perkara perdata, sedangkan didalam UU Nomor 3 Tahun 2006 ini tidak disebutkan
secara spesifik jenis perkaranya.)
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 4
(1) Pengadilan
agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kabupaten/kota.
(2) Pengadilan
tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi
wilayah provinsi.
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
(1) Pembinaan
teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan
oleh Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.
(pasal ini menggabung dalam melakukan Pembinaan teknis
peradilan, organisasi administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh
Mahkamah Agung { UU Nomor 3 Tahun 2006}, sedangkan UU Nomor 7 Tahun 1989
pembinaan organisasi, administrasi, dan keuanganl dilakukan oleh menteri agama)
Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 11
(1) Hakim
pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman.
(2) Syarat
dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas hakim
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
(Hanya ditambahkan kata “Pengadilan” setelah kata
“Hakim”)
Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 12
(1) Pembinaan
dan pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan
dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(perubahannya terletak pada
pembinaan dan pengawasan yan
melakukannya adalah menteri agama { UU Nomor 3 Tahun
2006 }, sedangkan didalam UU Nomor 7 Tahun 1989
dilakukan oleh Mahkamah Agung)
Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 13
(1) Untuk
dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan agama, seseorang harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
- warga negara Indonesia;
- beragama Islam;
- bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
- setia kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- sarjana syariah dan/atau
sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
- sehat jasmani dan rohani;
- berwibawa, jujur, adil,
dan berkelakuan tidak tercela; dan
- bukan bekas anggota
organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi
massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30
September/Partai Komunis Indonesia.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berumur paling rendah 25 (dua puluh
lima) tahun.
(3) Untuk
dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama harus
berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan agama.
(Perubahannya adalah dengan menghapus huruf F pada pasal 13 yang menyangkut
ketentuan mengenai pegawai negeri)
Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
(1) Untuk
dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang hakim harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf
h;
b. berumur
paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
c. pengalaman
paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua, pengadilan
agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama; dan
d. lulus
eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling
singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3 (tiga)
tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan
agama.
(3) Untuk
dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman
paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 2
(dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua
pengadilan agama.
(pasal 14 perubahannya terdapat
pada untuk menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling
singkat 5 tahun sebagai hakim pengadilan
tinggi agama atau 3 tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah
menjabat sebagai ketua pengadilan agama. Sedangkan di UU yang lama disebutkan
lama waktuny itu 10 tahun dan 5 tahun, tetapi untuk menjadi wakil ketua
pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 4 tahun sebagai
hakim pengadilan tinggi agama atau 2 tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama
yang pernah menjabat sebagai ketua pengadilan agama. Sedangkan UU lama waktunya
itu 8 tahun dan 3 tahun)
Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
(1) Hakim
pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah
Agung.
(2) Ketua dan
wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(perubahannya untuk hakim pengadilan diang kat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul
Ketua Mahkamah Agung. Sedangkan UU lama itu diberhentikan oleh menteri agama
atas usul presiden. Sedangkan untuk mengangkat Ketua dan wakil ketua pengadilan
diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung. Sedangkan didalam UU lama
itu melalui Menteri agama yang direkomendasikan oleh mahkamah agung.)
Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
(1) Sebelum
memangku jabatannya, ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan wajib mengucapkan
sumpah menurut agama Islam.
(2) Sumpah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
“Demi
Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.
(3) Wakil
ketua dan hakim pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan
agama.
(4) Wakil
ketua dan hakim pengadilan tinggi agama serta ketua pengadilan agama
mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan tinggi agama.
(5) Ketua
pengadilan tinggi agama mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung.
(perubahannya pada redaksi sumpah yang akan diucapkan oleh ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan)
Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
(1) Kecuali
ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, hakim tidak boleh merangkap
menjadi:
a. pelaksana
putusan pengadilan;
b. wali,
pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa
olehnya; atau
c. pengusaha.
(2) Hakim
tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3) Jabatan
yang tidak boleh dirangkap oleh hakim selain jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(perubhannya
bahwa hakim tidak boleh merangkap jabatan sebagai “advokat” sedangkan UU lama
ditulis “penasihat hukum”.)
Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
(1) Ketua,
wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena:
a. permintaan
sendiri;
b. sakit
jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah
berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan
agama, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan tinggi agama; atau
d. ternyata
tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Ketua,
wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
(perubahannya
adalah bahwa Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan agama dapat diberhentikan apabila telah berumur 62 (enam
puluh dua) tahun dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan
hakim pengadilan tinggi agama. Sedangkan UU lama itu usianya 60 tahun dan 63
tahun.)
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
(1) Ketua,
wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan
alasan:
a. dipidana
karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. melakukan
perbuatan tercela;
c. terus-menerus
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. melanggar
sumpah jabatan; atau
e. melanggar
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Pengusulan
pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah
yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan
Majelis Kehormatan Hakim.
(3) Ketentuan
mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim, serta
tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh Ketua Mahkamah Agung.
(Perubahannya adalah bahwa hakim
pengadilan dapat diberhentikan dan membela dengan ketentuan mengenai
pembentukan, susunan, dan tata kerja majelis kehormatan hakim, serta tata cara
pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh ketua Mahkamah Agung, sedangkan UU lama
diatur oleh Mahkamah Agung bersama menteri agama.)
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
Seorang
hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan
sebagai pegawai negeri.
(perubahannya
adalah Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan
sebagai pegawai negeri. Artinya dalam UU ini otomatis berhenti, sedangkan
didalam UU lama tidak secara oromatis berhenti)
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 21
(1) Ketua,
wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat diberhentikan sementara
dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) Terhadap
pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(3) Pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam)
bulan.
(perubahannya
terdapat pada pemberhentian sementara yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan juga dicantumkan jangka waktu
pemberhentian sementaranya selama 6 bulan, sedangkan didalam UU lama tidak
dicantumkan jangka waktu pemberhentian sementaranya.
Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
Ketua,
wakil ketua, dan hakim pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah
Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali
dalam hal:
a. tertangkap
tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b. disangka
telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati; atau
c. disangka
telah melakukan kejahatan terhadap kemanan negara.
(Perubahannya terdapat pada ikut
serta menteri agama dan ketua mahkamah agung untuk peretujuan kepada jaksa agung untuk menangkap
ketua, wakil, dan hakim pengadilan yang melakukan tindak pidana tetapi di UU baru tidak melibatkan menteri
agama.)
Ketentuan
Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
Untuk
dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. warga
negara Indonesia;
b. beragama
Islam;
c. bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. berijazah
serendah-rendahnya sarjana syari’ah atau sarjana hukum yang menguasai
hukum Islam;
f. berpengalaman
paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun
sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan
tinggi agama; dan
g. sehat
jasmani dan rohani.
h. (perubahannya
pada syarat untuk menjadi panitera pengadilan agama denggan memangkas pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai
wakil panitera yang sebelumnya 4 tahun, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda
pengadilan agama yang sebelumnya 7 tahun, atau menjabat wakil panitera
pengadilan tinggi agama dan menambahkan syarat sehat jasmani dan rohani.
Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
Untuk
dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf g;
b. berijazah
serendah-rendahnya sarjana syari’ah atau sarjana hukum yang
menguasai hukum Islam;
c. berpengalaman
paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai
panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai panitera
pengadilan agama.
(sama seperti syarat Panitera
pengadilan agama untuk panitera pengadilan tinggi agama yang menjadi
perubahannya dari UU lama ke UU baru adalah dipangkasnya berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil
panitera (UU lama 4 tahun), 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi
agama (UU lama 8 tahun), atau 3 (tiga)
tahun sebagai panitera pengadilan agama (UU lama 4 tahun).
Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 29
Untuk
dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan agama, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf g; dan
b. berpengalaman
paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau 4 (empat) tahun
sebagai panitera pengganti pengadilan agama.
(perubahannya adalah syarat untuk menjadi wakil
panitera pengadilan agama adalah
berpengalaman paling singkat 3 tahun sebagai panitera muda (UU lama 4
tahun) ata 4 tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama (UU lama 6
tahun)
Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
Untuk
dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf g;
b. berijazah
sarjana syari’ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; dan
c. berpengalaman
paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, 5
(lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun
sebagai wakil panitera pengadilan agama, atau menjabat sebagai panitera
pengadilan agama.
(perubahannya adalah syarat untuk menjadi wakil
panitera pengadilan agama adalah
berpengalaman paling singkat 2 thaun sebagai panitera muda pengadilan
agama (UU sebelumnya 4 tahun), 5 tahun sebagai panitera muda pengadilan agama
(UU sebelumnya 7 tahun), atau 3 tahun sebagai wakil panitera pengadilan agama,
atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama (UU sebelumnya hanya 4 tahun).
Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 31
Untuk
dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan agama, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf g; dan
b. berpengalaman
paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama.
(perubahannya adalah sama seperti pasal sebelumnya
diatur ulang mengenai syarat untuk menjadi panitera muda pengadilan agama yang harus
berpengalaman paling singkat 2 (dua)
tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama (Yang UU sebelumnya adalah 3
tahun)
Ketentuan Pasal 32
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
Untuk
dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan tinggi agama, seorang calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf g; dan
b. berpangalaman
paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan tinggi
agama, 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda, 5 (lima) tahun sebagai panitera
pengganti pengadilan agama, atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan
agama.
(perubahannya
adalah untuk menjadi panitera muda pengadilan tinggi agama harus berpangalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai
panitera pengganti pengadilan tinggi agama (UU sebelumnya 3 tahun), 3 (tiga)
tahun sebagai panitera muda (UU sebelumnya4 tahun), 5 (lima) tahun sebagai
panitera pengganti pengadilan agama, atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan
agama (UU sebelumnya 8 tahun)
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
Untuk
dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan agama, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf g; dan
b. berpengalaman
paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.
(perubahannya terjadi menyangkut pada syarat untuk
menjadi panitera pengganti pengadilan tinggi agama dimana ia harus memiliki pengalaman paling
singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama (UU
sebelumnya 5 tahun).
Ketentuan Pasal 34
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
Untuk
dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan tinggi agama, seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, dan huruf g;
dan
b. berpengalaman
paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama
atau 8 (delapan) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan tinggi agama.
(perubahannya menyangkut syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi panitera pengganti
pengadilan tinggi agama yang harus berpengalaman paling singkat 3 (tiga)
tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama (UU sebelumnya selama 5
tahun) atau 8 (delapan) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan tinggi
agama (UU sebelumnya selama 10 tahun)
Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
(1) Kecuali
ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, panitera tidak boleh
merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara
yang di dalamnya ia bertindak sebagai Panitera.
(2) Panitera
tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3) Jabatan
yang tidak boleh dirangkap oleh panitera selain jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
(perubahannya adalah panitera tidak boleh merangkap sebagai “advokat” (yang
UU sebelumnya boleh merangkap sebagai penasihat hukum) dan diatur lebih lanjut
oleh mahkamah agung, sedangkan didalam UU lama diatur lebih lanjut oleh menteri agama berdasarkan persetujuan
ketua mahkamah agung).
Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 36
Panitera,
wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diangkat dan
diberhentikan dari jabatannya oleh Mahkamah Agung.
(perubahannya
adalah panitera wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti
pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Mahkamah Agung
sedangkan di UU lama hal ini dilakukan oleh menteri agama)
Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 37
(1) Sebelum
memangku jabatannya, panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera
pengganti mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan
yang bersangkutan.
(2) Sumpah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya
untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang
sesuatu kepada siapapun juga.”
“Saya bersumpah untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
“Saya bersumpah bahwa saya, akan setia
kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku
bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
“Saya bersumpah
bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama,
dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan
kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang
panitera, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, yang berbudi baik
dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan.”
(perubahannya pada perubahan kata untuk dilakukannya
sumpah pada panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti.)
Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 39
(1) Untuk
dapat diangkat menjadi jurusita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
- warga negara Indonesia;
- beragama Islam;
- bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
- setia kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- berijazah paling rendah
Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
- berpengalaman paling
singkat 3 (tiga) tahun sebagai jurusita pengganti; dan
- sehat jasmani dan rohani.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi jurusita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf g, dan;
b. berpengalaman
paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan
agama.
(perubahannya terletak pada untuk
menjadi jurusita terdapat syarat yang berbeda dari UU sebelumnya)
Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
(1) Jurusita
pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul
ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2) Jurusita
pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan
(perubahannya yang terjadi pada pasal ini adalah
menyangkut pemberhentian dan pengangkatan jurusita yang dilakukan oleh oleh
Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan yang bersangkutan. (UU lama
dilakukan oleh menteri agama atas usul ketua pengadilan agama))
Ketentuan
Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
(1) Sebelum
memangku jabatannya, jurusita atau jurusita pengganti wajib mengucapkan sumpah
menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya
bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga”.
“Saya bersumpah,
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak
sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga
sesuatu janji atau pemberian”.
“Saya bersumpah bahwa
saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan segala undang-undang serta peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
“Saya
bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur,
seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam
melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya
bagi seorang jurusita atau jurusita pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam
menegakkan hukum dan keadilan”.
(perubahannya terletak pada
menyangkut redaksi dari sumpah yangg diucapkan oleh jurusita atau jurusita
pengganti sebelum menerima jabatan)
Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
(1) Kecuali
ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, jurusita tidak boleh
merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara
yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
(2) Jurusita
tidak boleh merangkap advokat.
(3) Jabatan
yang tidak boleh dirangkap oleh jurusita selain jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
(perubahannya bahwa Jurusita
tidak boleh merangkap advokat sedanggkan UU lama penasihat hukum yang diatur
lebih lanjut oleh mahkamah agung sedangkan pada UU lama diatur lebih lanjut
oleh menteri agama berdasarkan perssetujuan mahkamah agung)
Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44
Panitera
pengadilan tidak merangkap sekretaris pengadilan.
(perubahannya
adalah Panitera pengadilan tidak merangkap sekretaris
pengadilan, sedangkan didalam UU lama Panitera pengadilan merangkap sekretaris
pengadilan.)
Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
Untuk
dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama, dan
pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga
negara Indonesia;
b. beragama
Islam;
c. bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. berijazah
paling rendah sarjana syari’ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f.
berpengalaman di bidang administrasi peradilan; dan
g. sehat
jasmani dan rohani.
(perubahannya adalah dimana untuk menjadi sekretaris pengadilan ketentuan
untuk sarjana muda administrasi dihilangkan dan ditambah dengan syarat harus sehat
jasmani dan rohani, sedangkan di UU lama sarjana muda administrasi
diperbolehkan.)
Ketentuan Pasal 46 dihapus.
Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 47
Sekretaris
dan wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah
Agung.
(perubahannya bahwa Sekretaris dan
wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah
Agung sedangkan di UU lama hal ini dilakukan oleh menteri agama.)
Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
(1) Sebelum
memangku jabatannya, sekretaris, dan wakil sekretaris mengucapkan sumpah
menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2) Sumpah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya
bersumpah bahwa saya, untuk diangkat menjadi sekretaris/wakil sekretaris akan
setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah.
“Saya bersumpah bahwa
saya, akan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab”.
“Saya
bersumpah bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah, martabat sekretaris/wakil sekretaris serta akan senantiasa
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang
atau golongan”.
“Saya bersumpah bahwa
saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus
saya rahasiakan”.
“Saya
bersumpah bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan
bersemangat untuk kepentingan negara”.
(perubahannya terletak dari
perubahan redaksi yang akan diucapkan sebagai sumpah oleh sekretaris dan wakil
sekretaris sebelum ia menerima jabatan.)
Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
Pengadilan
agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a.
perkawinan;
b.
waris;
c.
wasiat;
d.
hibah;
e.
wakaf;
f. zakat;
g.
infaq;
h.
shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.
(yang
menjad perubahan besar dalam pasal ini adalah mengenai kompetensi absolutnya,
dimana pada ketentuan lama didalam UU nomor 7 tahun 1989 pengadilan agama
berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama
antara orang-orang beragama islam di bidang :
·
perkawinan
·
kewarisan
·
wasiat
·
hibah
·
shadaqah
·
wakaf
akan tetapi di
pasal 49 UU nomor 3 tahun 2006 ini ada penambahan kewenangan pengadilan agama
dari k3-6 kewenangan tersebut adalah :
·
zakat
·
infaq
·
ekonomi syariah.
Bahkan didalam
pasal 51A (pasal yang ditambah) terdapat ketentuan bahwa pengadilan agama
memberikan nasehat atau keterangan tentang perbedaan rukyat hilal dalam
penentuan awal bulan pada tahun hijriyah.
Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
(1) Dalam hal
terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa
tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.
(2) Apabila
terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek
hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut
diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49.
(dalam hal
terjadi sengketa hak milik atau sengketa
lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai
objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, ketentuan ini diatur semua baik oleh UU yang baru
maupun UU yang lama. Akan tetapi, pada UU baru terdapat ketentuan tambahan
yaitu pada sengketa hak milik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam,
objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama
perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.)
Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 90
(1) Biaya
perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
- biaya kepaniteraan dan
biaya meterai yang diperlukan untuk perkara tersebut;
- biaya untuk para saksi,
saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan
dalam perkara tersebut;
- biaya yang diperlukan untuk
melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan
pengadilan dalam perkara tersebut; dan
- biaya pemanggilan,
pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan
dengan perkara tersebut.
(2) Besarnya
biaya perkara diatur oleh Mahkamah Agung.
(perubahan pada
pasal ini yang pertama perubahan pada kata “itu” pada UU lama menjadi
“tersebut” dan juga pada UU yang baru besar kecilnya biaya perkara diaur oleh
mahkamah agun sedangkan UU lama itu diatur oleh menteri agama dengan
persetujuan mahkamah agung.)
Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 105
(1) Sekretaris
pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi umum pengadilan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja
sekretariat diatur oleh Mahkamah Agung.
Pasal-pasal yang ditambah adalah :
Di
antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan pasal baru yakni Pasal 3A, yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 3A
Di
lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur
dengan Undang-Undang.
Di antara Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan satu pasal
baru yakni Pasal 52A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52A
Pengadilan
agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan
pada tahun Hijriyah.
Di antara Pasal 106 dan BAB VII disisipkan satu pasal
baru yakni Pasal 106A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106A
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku peraturan perundang-undangan pelaksana
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
0 komentar:
Post a Comment